Konflik Antaragama Makin Parah, Sri Lanka Blokir Medsos
jpnn.com, KOLOMBO - Kepolisian Sri Lanka kembali memerintahkan penyedia jasa internet agar memblokir akses ke Facebook, Instagram, WhatsApp, dan aplikasi media sosial lainnya, Senin (13/5). Larangan itu datang setelah ketegangan antaragama terbaru muncul 80 kilometer dari ibu kota sehari sebelumnya.
Pemblokiran kali ini bukan yang pertama. Saat bom Paskah baru saja terjadi pada 21 April lalu, pemerintah juga memblokir akses media sosial. Saat itu banyak pengamat yang mengkritik keputusan tersebut. Pakar media sosial asal Kolombo Yudhanjaya Wijeratne menyatakan bahwa kebijakan itu tak akan mencegah penyebaran hoaks.
Tapi, kritik tersebut tak membuat pemerintah kapok. Mereka tetap melarang akses media sosial setelah penduduk lokal Kota Chilaw menyerbu sebuah toko Minggu (12/5).
"Kami tegaskan bahwa larangan (media sosial) itu bukan disebabkan satu insiden," sangkal Nalaka Kaluwewa, direktur jenÂderal Kementerian Informasi Sri Lanka kepada CNN.
BACA JUGA: Gereja Sri Lanka Gelar Misa Pertama Sejak Teror Paskah
Hari itu penduduk lokal sengaja menyasar penjaga toko yang bernama Hameed Mohamed Hasmar. Menurut mereka, pria 28 tahun tersebut merupakan muslim garis keras yang menyusun rencana. Kesimpulan itu datang dari satu unggahan terbarunya. "Don't laugh more, 1 day u will cry (Jangan tertawa terus, suatu hari kamu akan menangis, Red)," ujar Hasmar menurut Agence France-Presse.
Unggahan dalam bahasa Inggris dengan ejaan yang tak sempurna itu memancing kemarahan massa. Massa menuding pesan tersebut ditujukan kepada para penduduk Chilaw. Di kota kecil itu, mayoritas penduduk beragama Katolik. Mereka cukup girang setelah bisa menghadiri misa publik tiga minggu setelah serangan bom.
Massa yang menyerbu ke toko cukup ganas. Mereka menganiaya Hasmar dan merusak toko yang dijaganya. Polisi terpaksa melepaskan tembakan peringatan ke angkasa untuk membubarkan massa. Jubir Kepolisian Sri Lanka Ruwan Gunasekera menyatakan, aparat langsung menerapkan jam malam.