Konon Logistik Aman, Nyatanya Pengungsi Harus Keluar Duit
jpnn.com, KARANGASEM - Klaim para pejabat bahwa pasokan logistik untuk pengungsi korban Gunung Agung di Bali dijamin aman ternyata berbeda dengan kenyataan di lapangan. Faktanya, para pengungsi justru mengeluhkan pasokan logistik yang seret.
Bahkan, tak sedikit pengungsi yang harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhan perut selama berada di pengungsian. Artinya, mereka harus merogoh kantong untuk membeli bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan harian.
Salah satu posko pengungsi yang tak memperoleh pasokan logistik ada di Banjar Kebon, Desa Lokasari, Kecamatan Sidemen, Karangasem. Di balai banjar itu ada sekitar 150 warga asal Dusun Sukaluwih, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat.
Mereka kembali mengungsi ke pokso itu setelah Gunung Agung mengalami erupsi 21 November 2017. Sayangnya setelah tinggal di posko pengungsian, mereka tak dapat pasokan logistik.
Warga hanya mengandalkan stok logistik saat mengungsi karena Gunung Agung berstatus awas beberapa waktu lalu. Itu pun sebatas beras dan mi instan.
“Dari 21 November belum ada logistik,” ujar pengungsi bernama I Kadek Sumerti seperti diberitakan Bali Express (Jawa Pos Group).
Pria yang kedua lengannya dipenuhi tato itu menegaskan, para pengungsi juga membeli lauk pauk dengan uang sendiri. Sebagian besar beli lauk yang sudah matang karena pengungsi kesulitan jika harus memasak lantaran tak ada pasokan elpiji dari pemerintah.
Untuk sekadar memasak nasi dan bikin air hangat, mereka mencari kayu bakar di sekitar posko pengungsian. Kondisi itu sudah pernah disampaikan kepada kepala dusun di Desa Lokasari, termasuk aparat desa di Amerta Bhuana.