Konsumsi Domestik Melambat
jpnn.com - JAKARTA - Satu per satu mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai kehilangan daya. Setelah ekspor dan investasi, kini giliran konsumsi domestik. Padahal, konsumsi inilah yang digadang-gadang menjadi penolong ekonomi Indonesia.
Direktur Komunikasi Bank Indonesia (BI) Peter Jacobs mengatakan, melemahnya konsumsi domestik tecermin dari hasil Survei Penjualan Eceran. Pada Juli 2013 pertumbuhannya hanya 5,7 persen, melambat signifikan dibanding Juni yang mencapai 8,3 persen. "Artinya, konsumsi masyarakat turun," ujarnya, Rabu (11/9).
Sejalan dengan itu, lanjut dia, pertumbuhan tahunan indeks penjualan riil juga melambat dari 14,9 persen (year-on-year) pada Juni 2013 menjadi 9,1 persen pada Juli 2013. 'Perlambatan terjadi di semua komoditas kecuali komoditas yang terkait pola musiman lebaran seperti Perlengkapan Rumah Tangga, Barang Budaya dan Rekreasi serta Sandang,' sebutnya.
Bagaimana konsumsi masyarakat setelah Lebaran? Gambarannya ternyata juga kurang menggembirakan. Menurut Peter, pelemahan konsumsi akan berlanjut. Indeks penjualan eceran riil yang Juli lalu masih tumbuh 9,1 persen, pada Agustus merosot hingga hanya 1,1 persen. "Pelemahan terjadi di semua komoditas," katanya.
Tapi, di balik kabar melemahnya konsumsi domestik, ada hikmah yang ikut menyertainya. Apa itu" Meredanya tekanan inflasi. Peter mengatakan, survei BI juga mengindikasikan turunnya tekanan harga dari sisi permintaan pedagang pada Oktober 2013. "Ini dipengaruhi turunnya harga barang usai Lebaran," ujarnya.
Sementara itu, untuk periode yang lebih panjang, yakni proyeksi hingga Januari 2014, kenaikan harga dari periode Oktober 2013 diperkirakan hanya akan ada di kisaran 0,8 persen. "Hasil dari survei ini sejalan dengan asesmen makroekonomi BI, yakni inflasi akan rendah dan kembali normal mulai September 2013," katanya.
Dari kacamata pemerintah, melambatnya konsumsi domestik yang merupakan mesin utama pertumbuhan Indonesia masih dalam taraf normal. Menteri Keuangan chatib Basri menyebut, pemerintah menyadari potensi perlambatan tersebut. "Karena itu, daya beli masyarakat menjadi salah satu hal yang menjadi sasaran paket kebijakan ekonomi," ujarnya.
Yang dimaksud Chatib adalah paket insentif keringanan pajak bagi perusahaan padat karya yang tidak mem-PHK karyawannya. Sebab, dalam kondisi ekonomi lesu seperti saat ini, PHK dan meningkatnya pengangguran akan meruntuhkan daya beli masyarakat.