Kontroversi Grasi Ola, Bandar Narkoba dari Balik Penjara
Rabu, 14 November 2012 – 06:43 WIB
Martua menjelaskan, mekanisme pemberian grasi selama ini menimbang pada kelakuan seorang narapidana selama masa hukumannya. Jika selama itu berkelakuan baik, menunjukkan penyesalan, dan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran, tidak haram bagi seorang narapidana mengajukan grasi. ”Pertimbangan pemberian grasi tidak hanya berasal dari Kementerian Hukum dan HAM saja. Ada MA, Kejaksaan, hingga Kepolisian,” jelasnya. Masing-masing lembaga memberikan pertimbangan berdasar bidangnya.
”Grasi itu muncul berdasar usulan dari bawah. Bisa diajukan oleh keluarga, kuasa hukum atau oleh dirinya sendiri,” katanya. Setelah diajukan, grasi lantas diusulkan ke pengadilan yang sebelumnya menyidangkan kasus pemohon dengan sepengetahuan kepala lembaga pemasyarakatan tempat pemohon berada. Setelah melalui pengadilan negeri, permohonan kemudian diajukan kepada presiden. Baru kemudian presiden meminta pertimbangan kepada lembaga-lembaga terkait.
’’Mekanismenya seperti itu. Tentu ada ketentuan-ketentuan lain yang merujuk pada UU nomor 5 tahun 20120 tentan Grasi,’’ jelas Martua. Dalam kasus Ola, Martua menyebut tidak ada yang salah dengan mekanisme pengajuan grasi hingga kemudian grasi terbit. Masalah baru muncul setelah BNN menangkap kurir yang mengaku suruhan Ola. Andai saja kurir tersebut tak tertangkap, bukan tidak mungkin grasi tersebut pada akhirnya tetap diterima Ola.