KPAI Minta Materi UN untuk Daerah Bencana Dibedakan
jpnn.com, JAKARTA - Ujian Nasional (UN) tinggal tiga bulan lagi. Di sisi lain, masih banyak sekolah darurat (imbas bencana alam) tidak mampu menyelesaikan kurikulum nasional karena situasi dan kondisi yang memang serba kekurangan.
Itu sebabnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Agama (Kemenag) menguji soal-soal UN 2019. Materi UN di wilayah-wilayah terdampak bencana harus dibedakan dengan sekolah yang tidak mengalami musibah.
Menurut Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti, UN di sekolah-sekolah darurat semestinya disesuaikan dengan batas pembelajaran yang mampu diselesaikan para siswanya. Begitu juga untuk para siswa yang pindah sekolah akibat bencana di wilayahnya.
"Mereka harus dipertimbangkan untuk UN-nya. Harus disesuaikan dengan batas pembelajaran yang mampu diselesaikannya. Jangan sampai, anak-anak di wilayah bencana, diuji dengan materi yang tak pernah diajarkan atau tak pernah diterimanya," tutur Retno di Jakarta, Rabu (9/1).
Terkait pendidikan kebencanaan yang digalakkan pemerintah, menurut Retno, ada beberapa hal penting yang wajib dijadikan pertimbangan.
Pertama, pendidikan kebencanaan sebaiknya tidak menjadi mata pelajaran tersendiri. Mengingat beban mata pelajaran dan kurikulum di jenjang SD sampai SMA/SMK sudah sangat berat. Agar lebih terstruktur dan sistematis, maka materi pendidikan kebencanaan bisa dimasukkan dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti IPS/IPA (SD), IPS/IPA terpadu (SMP) dan Fisika dan Geografi (SMA/SMK).
"Pada mata-mata pelajaran tersebut, ada materi tentang bumi, gempa tektonik, gempa vulkanik, tsunami, dan lainnya. Jadi, pengetahuan dan informasi tentang kebencanaan dan upaya menghadapinya bisa ditambahkan saat membahas materi-materi terkait di beberapa mata pelajaran tersebut," sarannya.
Kedua, simulasi saat bencana. Pemerintah wajib melatih para guru dan kepala sekolah di berbagai daerah agar mempraktikkan simulasi bencana di sekolahnya secara rutin, misalnya sebulan sekali. Tujuannya agar anak-anak sejak dini sudah dididik untuk siap menghadapi bencana. Anak menjadi paham apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi di manapun, terutama sekolah. Ini sangat penting untuk meminimalkan korban.
Ketiga, pemerintah daerah wajib memastikan jalur evakuasi dan titik kumpul ada di semua sekolah tanpa kecuali. Jika jalur evakuasi tidak ada, maka simulasi bencana sulit dipraktikkan.