KPK Ingatkan Gubernur Tidak Meminta Sumbangan ke Rakyat
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat suara mengenai polemik surat sumbangan yang diduga diteken oleh Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah untuk keperluan penerbitan buku. KPK mengingatkan pegawai negeri dan penyelenggara negara, khususnya Mahyeldi, harus menghindari gratifikasi.
"KPK ingin mengingatkan kembali larangan meminta sumbangan dalam kaitan potensi gratifikasi dari informasi adanya surat permintaan sumbangan Gubernur Sumbar kemarin," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangan yang diterima, Minggu (22/8).
Ipi menjelaskan, setiap pejabat negara harus menghindari perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Permintaan sumbangan, hadiah, atau dengan sebutan lain oleh pejabat negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok dilarang.
"Baik secara tertulis maupun tidak tertulis, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi," kata dia.
Oleh karena itu, KPK mengingatkan kepada kepala daerah lainnya untuk tidak melakukan perbuatan meminta, memberi, ataupun menerima sumbangan, hadiah dan bentuk lainnya. Apalagi hal itu berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban sertq tugasnya.
"Baik yang diberikan atau diterima secara langsung maupun yang disamarkan dalam berbagai bentuk. Perbuatan tersebut dilarang karena dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana," jelas dia.
Ipi menjelaskan, KPK telah mengeluarkan surat edarannya tentang pengendalian gratifikasi telah mengingatkan kepada para pimpinan lembaga negara untuk menghindari gratifikasi dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Hal itu penting demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
"Pegawai negeri dan penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Gratifikasi tersebut dianggap pemberian suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya, yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar," jelas dia.(tan/jpnn)