KPK Wajib Izin Pada Polri dan Kejagung
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kepolisian RI (Polri) meneken nota kesepahaman (MoU) dalam penanganan tindak pidana korupsi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/3).
Tercatat, ada dua poin utama yang tertuang dalam MoU tersebut, yaitu penerbitan e-SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) dan saling berkoordinasi mengenai penanganan korupsi yang menjerat anggota masing-masing.
Dalam MoU dibunyikan bahwa ketiga penegak hukum tersebut wajib memberitahukan kepada pimpinan masing-masing manakala anggotanya terjerat kasus korupsi.
Demikian dengan tindakan penggeledahan, pemanggilan, dan segala hal mengenai proses hukumnya, semua harus dilaporkan.
Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan, Kejagung dan Polri menyadari bahwa KPK memiliki wewenang lebih dalam upaya penegakan hukum korupsi.
KPK, kata dia, bisa langsung menyadap, menangkap, menggeledah, dan menyita, tanpa izin dari pihak kedua, seperti pengadilan.
"Sementara Polri dan Kejaksaan semuanya perlu memiliki izin dari pihak yang punya kewenangan. Ketika akan melakukan penyitaan harus melakukan izin pengadilan. Begitupun ketika memeriksa seorang pejabat harus minta izin sesuai dengan yang di UU. Ini semua tentunya menjadi harapan bersama dengan adanya MoU ini akan saling melengkapi berbagi dalam kewenangan dan mengisi dalam kekurangan," kata Prasetyo di Mabes Polri.
Bekas politikus Partai NasDem ini juga menegaskan bahwa KPK pun punya kekurangan.