Krakatau Steel Cari Utangan
Selasa, 07 Juni 2011 – 08:48 WIB
Selama ini pembuatan besi dengan sistem reduksi menggunakan scrap impor. Dengan adanya pabrik blast furnace, perseroan bisa menurunkan impor scrap (baja rongsok) dan slab (baja kasar), karena bisa menggunakan bijih besi lokal. Selain itu, penggunaan gas alam bisa dipangkas signifikan. Dengan demikian, biaya produksi berkurang dan profitabilitas meningkat.
Sebelumnya, total investasi pabrik blast furnace tercatat mencapai Rp 5,9 triliun. Perinciannya, Rp 4,6 triliun untuk EPC, Rp 420,4 miliar tanah, Rp 66,7 miliar biaya praoperasi, Rp 324 miliar biaya bank, Rp 346 miliar modal kerja, dan Rp 161 miliar untuk bunga pinjaman selama masa konstruksi. Investasi di luar EPC didanai dari kas internal.
Adapun belanja modal (capital expenditure/capex) KRAS tahun ini mencapai Rp 3,3 triliun. Selama 2009-2013, total capex yang dianggarkan mencapai Rp 11 triliun. Direktur Utama KRAS, Fazwar Bujang, di luar pinjaman untuk pabrik baru, perseroan akan mencari dana murah untuk mendanai proyek revitalisasi pabrik, termasuk dengan ECA.