Kriminalisasi Bisa Menghambat Bisnis BUMN
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum Profesor Hikmahanto Juwana Hikmahanto mengatakan esksekutif perusahaan, khususnya di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan sulit melakukan terobosan karena dibayang-bayangi ketakutan kriminalisasi bila keputusan bisnisnya merugi.
BUMN tidak akan bisa berkembang jika keputusan bisnisnya dikriminalisasi.
“Jadi, dia (direksi BUMN) datar-datar saja, tak mau ambil risiko. Direksi ini bukannya (menjadi) risk taker tapi risk averter. Dia menghindari risiko. Hal itu akan mengakibatkan BUMN kesulitan mencetak dividen yang signifikan serta melakukan berbagai inovasi dan ekspansi yang dibutuhkan,” kata Hikmahanto dalam acara Katadata Forum: Bahaya Kriminalisasi Keputusan Bisnis, di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (22/5).
Namun, jika direksi terbukti 'nakal' melakukan penyelewengan tetap harus ditindak tegas.
Sebab, kerugian yang dialami merupakan bagian dari risiko bisnis, apabila keputusan bisnis dikriminalisasi maka BUMN tidak dapat berkembang lantaran direksi dibayang-bayangi ketakutan akan hukuman pidana.
“Direksi itu bukan peramal, dia tidak tahu kalau sudah dilakukan berbagai simulasi bahkan profesional-profesional dilibatkan, (kemudian) dia ambil keputusan, tapi tiba-tiba perang, atau tiba-tiba harga rupiah melonjak, atau misalnya terjadi Covid. Dia tak bisa meramal,” ujar Guru besar Universitas Indonesia itu.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Feri Wibisono sepakat bahwa kerugian perusahaan bukanlah tanggung jawab direksi. Feri menyebut kerugian perusahaan tidak menjadi tanggung jawab bagi direksi atau pun officer sepanjang kerugian itu dilaksanakan berdasarkan keputusan dalam kewenangan.
“Keputusan itu dibuat dalam kewenangan, dilakukan tanpa ada benturan kepentingan dan sungguh-sungguh untuk kepentingan terbaik dari perseroan. Jadi kalau kerugian itu timbul dan memenuhi Business Judgement Rule, itu adalah kerugian kerugian bisnis. Tidak memiliki risiko hukum bagi yang bersangkutan,” kata Feri.