Krisis Global Mengubah Gaya Berbelanja Warga Inggris (2)
Kacaukan Pasar dengan Jual Seperseratus Harga PesaingJumat, 02 Januari 2009 – 06:17 WIB
Di Inggris yang kini terkena dampak krisis global (credit crunch), merek paling "in" saat ini bukan lagi Prada, Louis Vuitton, Gucci, Versace, atau merek desainer terkenal lain, tapi Primark. Sampai-sampai judul film terkenal tentang dunia fashion, yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama, The Devil Wears Prada pun diubah dengan nada guyon menjadi The Devils (now) Wears Primark.
Ketika Primark membuka cabang terbesarnya di Oxford Street, jantung perbelanjaan di London tahun lalu, peristiwa itu dijuluki sebagai cultural event dengan ribuan pembeli antre sepanjang jalan. Mereka masuk berdesakan, saling injak dan dorong, sehingga hampir terjadi kerusuhan. Di tengah ekonomi yang mendung saat ini, saat produk desainer terkenal dan high street (istilah di Inggris untuk industri retail) lain turun penjualannya, Primark justru makin bersinar terang.
Berdiri kali pertama di Dublin, Irlandia, pada 1969, penjualan Primark kali ini naik 25 persen atau senilai GBP 899 juta (899 juta poundsterling). Dengan prestasi tersebut, Primark menjadi toko pakaian terbesar kedua di Inggris. Penjualannya mencapai 10 persen dari total industri pakaian di sana atau selisih sedikit di bawah Marks & Spencer (12 persen).