Krisis Pendidikan Nilai di Tingkat Dasar dan Menengah di Indonesia
jpnn.com - Di Indonesia, pendidikan nilai di tingkat dasar dan menengah pada skala umum relatif baik, namun jika dilihat dari sisi buram, sesungguhnya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ada beberapa krisis yang perlu diperhatikan.
Banyak sekolah mengalami kesulitan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika pada siswa, seperti kejujuran, disiplin, dan rasa tanggung jawab.
Anak-anak semakin terpapar pada lingkungan yang tidak memprioritaskan integritas, sehingga nilai-nilai ini tidak tertanam kuat dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Selain itu, teknologi, terutama media sosial, sering kali mempromosikan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan, seperti konsumerisme berlebihan, individualisme, dan perilaku antisosial. Kurangnya pengawasan dalam penggunaan teknologi oleh siswa menambah tantangan dalam membentuk kepribadian dan karakter.
Krisis pendidikan juga dipicu oleh kurikulum di tingkat dasar dan menengah sering terlalu berfokus pada pencapaian akademik dan mengabaikan pentingnya pendidikan karakter dan nilai-nilai moral.
Hal tersebut menurut Ramli (2020) dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara keterampilan kognitif dan emosional dalam diri siswa. Krisis nilai juga terjadi karena kekurangan tokoh panutan positif di lingkungan sekolah dan masyarakat. Guru dan orang dewasa di sekitar siswa sering kali tidak mampu menjadi teladan konsisten dalam hal moral dan etika (Susanto, 2019).
Dalam krisis pendidikan, biasanya sistem pendidikan terlalu menekankan pada hasil akademik dan kompetisi menciptakan tekanan bagi siswa dalam meraih prestasi dengan cara apa pun, termasuk cara-cara yang tidak etis. Hal demikian memperlemah pemahaman siswa tentang nilai kerjasama, empati, dan solidaritas.
Dalam situasi krisis, siswa sering mengalami kebingungan identitas, di mana mereka sulit membedakan antara nilai-nilai benar dan salah, dikarenakan minimnya pendidikan yang menekankan pengembangan karakter.