Kritik Petrus Selestinus soal Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres di MK, Kalimatnya Menohok
jpnn.com, JAKARTA - Polemik batas usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK) masih terus bergulir. Sidang pembacaan putusan gugatan perkara tersebut baru akan digelar pada Senin (16/10) mendatang.
Terkait hal tersebut, perwakilan dari Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara, Petrus Selestinus menduga adanya hubungan antara para pemohon uji materiil pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dengan bakal calon wakil presiden yang disebut-sebut akan mengusung Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka berpasangan dengan salah satu Bacapres.
"Makin menegaskan bahwa permohonan uji materiil dimaksudkan untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres," tegas Petrus dalam diskusi virtual dengan tema "Senin Keramat Palu MK: Marwah Kontitusi Di Ujung Tanduk?", Sabtu (14/10).
Dengan demikian, lanjut Petrus, Anwar Usman, selalu Ketua Mahkamah Konstutusi sekaligus Hakim Konstitusi harus mendeclare mundur dari persidangan perkara a'quo, karena terdapat benturan kepentingan antara Anwar Usman dengan Keluarga Presiden Joko Widodo yang diketuai ada hubungan keluarga.
"Dalam perkara uji materiil dimaksud terlebih-lebih dengan masuknya Kaesang Pangarep, menjadi Ketua Umum PSI dan Gibran Rakabuming Raka yang berkeinginan jadi Cawapres tapi menunggu putusan Perkara Uji Materiil dimaksud, maka faktor adanya kepentingan dalam Uji Materiil pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, telah mengakibatkan 9 Hakim Konstitusi di MK harus memutuskan mengundurkan diri dan putusan mundur itu seharusnya dibacakan dalam persidangan besok tanggal 16 Oktober 2023 nanti," jelasnya.
Karena, kata Petrus, berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 3 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi, seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat atau panitera.
"Ayat 4, Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan kelaurga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat," katanya.
Sementara ayat 5, lanjut Petrus, seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.