Kunker Jauh-Jauh ke Jerman, Ternyata Cuma Mau...
”Pansus tidak hanya gagal paham, tapi justru tidak berkontribusi apa-apa dalam kunjungan itu. Konklusinya tidak relevan dalam wujudkan aturan pemilu yang demokratis,” kata Titi, saat dihubungi, Selasa (21/3).
Titi menuturkan, dalam sistem pemilihan umum di Jerman, tidak ada lembaga seperti KPU. Pemilihan umum diselenggarakan oleh lembaga sejenis Badan Pusat Statistik. ”Tidak ada seperti KPU di sana. Nomenklatur berbeda,” ucap Titi.
Titi juga mempertanyakan alasan Pansus yang menyebutkan unsur partai di KPU merupakan langkah untuk meminimalisir kecurangan. Untuk memantau kecurangan, sudah lembaga yang berwenang untuk mengawasi penyelenggara pemilu yaitu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Selain itu, tambahnya, penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung juga terlibat dalam Sentra Pengawasan Terpadu (Sentra Gakkumdu). ”Apa tidak cukup lembaga itu? Belum lagi DPR Komisi II jadi mitra kerja KPU. Tidak logis alasan mereka. Belajar dari negera lain penting tapi harus sesuai konteks. Sistem pemilu Jerman tidak sama,” ujar Titi.
Titi berharap, Pansus RUU Pemilu fokus pada pembahasan isu substansial dan tidak menimbulkan wacana yang kontraproduktif. Sebab, tahapan pemilu serentak 2019 akan dimulai pada Juni 2017.
Diketahui, Ketua Pansus RUU Pemilu DPR, Lukman Eddy mengatakan, usulan itu baru wacana setelah Pansus melakukan kunjungan ke Jerman beberapa waktu lalu. ”Itu wacana yang berkembang.
Ada dua opsi, bisa itu jadi bagian unsur KPU. Kalau di Jerman itu ada unsur pemerintah di KPU-nya, kemudian ada unsur parpol, ada masyarakat. Kalau kita masyarakat semua,” kata Lukman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (21/3).
Sementara opsi kedua, kata Wakil Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB itu, Komisioner KPU tidak dari parpol, melainkan ada board khusus yang diatur dalam UU.