Lahan dan Infrastruktur Hambat Industri Garam Lokal, Impor Makin Subur
jpnn.com, JAKARTA - Berbagai hambatan dihadapi pemerintah Indonesia untuk mengurangi ketergantungan impor garam untuk bahan baku industri, yakni masalah clear and clean lahan garam dan infrastruktur bagi petambak garam.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Safri Burhanuddin mengatakan industrialisasi garam atau garam yang diolah industri dapat menekan impor garam. Saat ini lahan lahan menjadi kendala bagi investasi pengolahan garam. “Banyak lahan garam di berbagai lokasi masih terkendala,” ucapnya kepada media.
Dia menjelaskan lahan garam yang dikembangkan investor garam harus berstatus clear and clean. “Untuk ini kami minta pemerintah daerah untuk membantu agar kondisi lahan yang akan di kembangkan untuk lahan garam tidak ada masalah, sehingga dapat bekerja dengan tenang,” katanya.
Safri juga mengatakan infrastruktur menjadi kendala upaya mengurangi ketergantungan impor. Dia mengatakan jauhnya akses dari tambak garam menuju pengolahan garam. “Biaya transportnya mahal, sedangkan harga beli garam di market itu sama. Sehingga daya beli garam rakyat turun. Presiden meminta Kementerian PUPR untuk membangun jalan agar transportasinya lebih murah,” ucapnya.
Pengolahan garam sudah di buat oleh BPPT dan PT Garam di Manyar, Madura. Pengolahan garam untuk proses pembersihan garam dari kandungan pengkotor (washing plant). Agar garam rakyat dapat dimurnikan sehingga menaikkan kadar NaClnya. “Garam raykat kita rata-rata kualitasnya NaClnya 89%, lalu dimurnikan untuk garam kebutuhan industri,” ucapnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa kebutuhan garam nasional tahun 2020 terdapat sebanyak 4 juta ton per tahun dan produksi garam nasional di Indonesia baru mencapai 2 juta ton.
“Masih rendahnya produksi garam nasional. Sehingga cari yang paling gampang yaitu impor garam. Dari dulu gitu terus dan tidak pernah ada penyelesaian,” ucap presiden beberapa waktu lalu. (dil/jpnn)