Cerita Letusan Gunung Agung dalam Literasi Bali Kuno
“Pada hari Selasa Kliwon, Wara Julungwangi, Sasih Karo, Penanggal Ping 1, Rah 8, Tenggek 1, tahun Icaka 118 (Agustus 196 Masehi), Bhatara Hyang Mahadewa dan Bhatara Hyang Gnijaya mengadakan yoga samadhi. Pada waktu itu Gunung Agung meletus kembali,” tulis babad tersebut.
“Dari yoga samadhi Bhatara Hyang Gnijaya keluar banjir api. Tempat aliran itu disebut Sungai Api. Dari kekuatan batin dan panca bhayu Batara Hyang Gnijaya lahirlah empat putra,” demikian tertulis dalam babad.
Yang sulung bernama Mpu Withadarma alias Sri Mahadewa, yang kedua Sanghyang Sidhimantra Sakti, yang ketiga Sang Kulputih. Inilah antara lain cikal bakal leluhur cerdik pandai di Pulau Bali.
Putra yang bungsu (tak disebut nama) pindah ke Madura dan menjadi raja di sana.
Tentang gunung-gunung di Bali, tersurat dalam lontar Kutarakanda Dewapurana Bangsul bahwa Sanghyang Parameswara, nama lain Bhatara Sanghyang Pasupati menitah kepada anak-anaknya:
“Semua gunung (di Bali--red) itu anakku boleh dipilih untuk dipergunakan sebagai tempat tinggal dan di sana membangun parahyangan para Dewata sekalian, sebagai junjungan orang-orang Bali sampai akhir zaman.” (wow/jpnn)