Libatkan Seluruh Pegawai Pemkab Jadi Tenaga Marketing
Karena itu, tak banyak warga kota lain atau luar negeri yang mau berkunjung ke Banyuwangi. ”Jangankan membanggakan daerahnya, warga yang mau mengakui dirinya berasal dari Banyuwangi saja sangat jarang,” kisahnya.
Sejak itu, Anas berpikir inilah saatnya mengubah image negatif tersebut. Langkah awal yang dilakukannya adalah membuat kegiatan yang melibatkan sebanyak-banyaknya rakyat Banyuwangi dan diberitakan di mana-mana.
Dengan cara begitu, secara pelahan tapi pasti, rakyat Banyuwangi punya kebanggaan terhadap daerahnya. ’’Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan itu sangat diperlukan untuk mengubah image,’’ katanya.
Setelah berhasil membangun image dan mendapat dukungan publik, Anas pun mulai mendorong brand Banyuwangi sebagai Sunrise of Java. Caranya, digelar berbagai festival. Selain festival budaya, ada Banyuwangi Ethno Carnival, Banyuwangi Jazz Festival, Gandrung Sewu, dan sebagainya.
Anas juga mengembangkan program pariwisata yang berfokus pada ecotourism. Itu dilakukan untuk membuat brand yang berbeda dengan daerah lain.
’’Banyuwangi berbeda dengan Surabaya atau Malang. Tidak mungkin kami ikut-ikutan jor-joran bangun mal. Karena Banyuwangi dikelilingi taman nasional, maka kami buat pariwisata ecotourism,’’ papar pria lulusan Fakultas Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta itu.
Banyuwangi kini berani membuat perubahan dalam bidang pariwisata. Anas pun gencar ’’menjual’’ keindahan alam, pantai, gunung, dan keramahtamahan masyarakat Banyuwangi. Bahkan, kini Banyuwangi telah ditetapkan sebagai Kota Welas Asih dalam program Compassion Action International.
Untuk itu, pemkab harus melakukan konsolidasi infrastruktur. Mulai perbaikan dan pembangunan jalan, jembatan, air bersih, dan teknologi informasi (TI) yang canggih. Sebab, menurut Anas, upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisata ke Banyuwangi tidak akan terwujud jika tidak didukung infrastruktur yang baik.