Lihat nih, Anak-anak SD Menantang Maut demi Ilmu
Begitu sampai seberang, dipasang lagi sepatunya. Saat sampai sekolah, mereka harus melepas sepatu lagi supaya lumpur tidak mengotori kelas. Salah seorang guru SD, Marhuma, menekankan pentingnya memperbaiki jembatan supaya tidak ada korban lagi. Sebab, pernah ada salah seorang wali murid yang meninggal saat membantu anaknya menyeberangi sungai.
’’Tersangkut di kayu. Mamaknya (ibu, Red) meninggal. Anaknya bisa berenang,’’ terangnya. Warga yang tinggal di seberang sungai disebutnya cukup banyak karena mata pencaharian berupa sawah ada di sana.
Harapan agar jembatan segera diperbaiki direspons Pemkab Bone. Dinas pekerjaan umum dan sumber daya alam (SDA) sudah memulai rekonstruksi itu. Saat ini, ada beberapa tukang yang menggarap jembatan tersebut. Burhan selaku mandor menyebut jembatan bakal siap tiga bulan lagi.
Jembatan tersebut bakal tahan dari arus deras sungai saat musim hujan tiba. Sepenuhnya terbuat dari besi. Supaya lebih kuat, di sisi kiri dan kanan dibuat penahan berbentuk H. ’’Dari atas juga ada kawat sling lagi. Dibuat layaknya jembatan gantung,’’ terangnya.
Hasan Raga, babinsa setempat, menambahkan, pembangunan berlangsung sejak pertengahan April. Saat ini baru fondasi di sisi desa yang diperkuat. ’’Dinas PU (pekerjaan umum, Red) sudah merespons. Semoga bisa segera jadi supaya anak-anak bisa sekolah dengan tenang,’’ ucapnya.
Plt Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Kemendikbud Ari Santoso menuturkan, Kemendikbud sudah membuka laman atau website pengaduan terhadap akses maut siswa menuju sekolah. Laman itu adalah sahabat.kemdikbud.go.id
Sayangnya, sejak dibuka Maret lalu, belum ada satu pun pengaduan akses berbahaya yang dilalui siswa menuju sekolah. Pembukaan website tersebut berawal dari kasus jembatan putus di Kabupaten Lebak, Banten. Ironisnya, saat putus, jembatan itu sedang dilalui belasan siswa yang berangkat sekolah. Akhirnya, siswa berjatuhan ke sungai.
’’Kemendikbud berharap masyarakat melaporkan kasus-kasus akses ke sekolah yang berbahaya,’’ kata dia. Pria yang juga menjabat sebagai kepala Pusat Teknologi dan Komunikasi Pendidikan Kemendikbud itu menyatakan, pihaknya memiliki keterbatasan untuk memeriksa satu per satu akses menuju sekolah di Indonesia.