Luhur Minta Kebijakan Pelabelan BPA Tidak Untungkan Pengusaha Tertentu
“Saya juga belum ada laporan. Saya juga belum pernah baca itu laporan dari masyarakat meninggal gara-gara minum air galon guna ulang. Itu betul, saya secara pribadi belum pernah mendengar itu,” ucapnya.
Karenanya, dia juga mengajak para pelaku usaha air minum untuk terus mencermati kebijakan pelabelan BPA ini dengan bijak.
Menurutnya, ada potensi yang luar biasa yang harus diperjuangkan, di mana perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) memiliki pangsa pasar yang cukup besar dari kelompok industri minuman ringan, dengan market share mencapai 85 persen. Jumlah industri AMDK lebih dari 500 perusahaan, di mana 90 persennya merupakan industri kecil dan menengah (IKM).
“Kalau Asdamindo (Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum) dan Aspadin (Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan) bersatu mempunyai kekuatan besar, saya kira ini potensi yang luar biasa yang harus diperjuangkan ,” katanya.
Jadi prinsipnya, kata Luhur, Kementerian Koperasi dan UKM ingin agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan itu jangan hanya sepihak, tetapi untuk semua pihak.
“Kami harapkan Aspadin dan Asdamindo harus kompak supaya satu suara. Kalau tidak, saya khawatir yang bermain di tengah akan tepuk tangan,” ujarnya.
Sekjen Asdamindo, M. Imam Machfudi Noor, di acara yang sama menegaskan bahwa wacana pelabelan BPA ini jelas sangat berdampak terhadap usaha depot air minum isi ulang.
“Tentu kami merasakan dampaknya, karena konsumen air minum isi ulang selama ini kan menggunakan galon guna ulang saat membeli air di depot-depot kami. Kalau galon ini dihilangkan, apa konsumen mau beli pakai ember, kan enggak mungkin. Galon sekali pakai juga kan tidak bisa digunakan berulang,” ucapnya.
Dia mengatakan akan banyak usaha depot air minum isi ulang yang bangkrut akibat kebijakan pelabelan BPA ini. Apalagi, menurut Luhur, anggota Asdamindo masih banyak yang tergolong usaha sangat kecil yang pangsa pasarnya hanya 200-300 rumah.