Luncurkan Buku, Freddy Numberi Kritisi Cara Tangani Papua
jpnn.com - JAKARTA - Mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi meluncurkan buku berjudul "Quo Vadis Papua”. Seperti judulnya, buku setebal 635 halaman itu banyak mengulas soal sejarah dan isu terkini di Bumi Cendrawasih itu.
Yang menarik, Freddy berhasil meminta Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama untuk memberikan testimoni. Kesediaan Obama memberikan kata sambutan sebenarnya bisa dimaklumi sebab negara adidaya itu memiliki kepentingan sangat besar di Papua, yakni terkait kegiatan PT Freeport-McMoRan menambang emas di provinsi yang sebelumnya bernama Irian Jaya itu.
Dalam bukunya, Freddy menyebut ketertarikan AS pada Papua semakin kuat di tahun 1961 kala muncul keinginan Belanda untuk membentuk negara Papua Barat terlepas dari Indonesia. Langkah Belanda ini dilawan Presiden Soekarno dengan mendekatkan diri pada negara komunis terutama Uni Soviet.
Sikap Soekarno ini membuat takut Presiden John F Kennedy. Sebab jika itu dibiarkan maka Indonesia sangat mungkin menjadi negara komunis terbesar di Asia Tenggara.
"Surat Kennedy ke Perdana Menteri Belanda (JE de Quay) membuktikan Papua sejak lama jadi barang rebutan. Dan surat itu belum pernah dipublikasikan oleh siapapun di Indonesia," ucap Freddy pada peluncuran bukunya di Jakarta, Kamis (27/2).
Pria kelahiran Serui, Papua, 15 Oktober 1947 itu menambahkan, Kennedy akhirnya berhasil mendesak Belanda agar menyerahkan masalah Papua ke PBB. Dari PBB, Papua diserahkan kembali ke Indonesia dengan syarat memberi kesempatan pada rakyat Papua untuk menentukan sikap sendiri atau referendum (Penentuan Pendapat Rakyat/Perpera).
Lewat Perpera tahun 1969, rakyat Papua akhirnya memutuskan bergabung dengan Indonesia. Timbal balik dari itu, AS lewat PT Freeport Indonesia mendapat izin konsesi pertambangan bijih emas, tembaga dan perak. Malangnya, hasil alam bumi Papua yang dikeruk selama puluhan tahun hanya dinikmati orang asing atau segelintir orang Jakarta.
Sebagai tuan rumah, rakyat Papua tetap miskin hingga tak aneh akhirnya muncul gerakan separatis yang hingga kini kerap muncul. Ditambahkan Freddy, kondisi ini terus berjalan selama puluhan tahun sebab pemerintah Indonesia selalu menggunakan cara-cara represif.