MA Disarankan Buat Skala Prioritas
jpnn.com - JAKARTA - Jumlah perkara yang ada di Mahkamah Agung (MA) hingga saat ini masih menumpuk. Karena itu, MA perlu membuat skala prioritas untuk kasus-kasus besar yang melibatkan institusi dan perusahaan besar.
Alasannya, perkara-perkara itu terkait keberlagsungan industri dan kepastian berinvestasi.
"Saya pernah mengalami sendiri masalah ini. MA terlalu banyak menangani masalah dalam arti volumenya terlalu besar. Untuk kasus besar yang menyangkut masyarakat banyak harus diprioritaskan. Sebab putusan yang harus diambil kan juga harus cepat," ungkap Mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko ketika dihubungi wartawan, Kamis (11/12).
Oleh karena itu, sambungnya, untuk kasus-kasus besar yang melibatkan institusi besar dan masyarakat harus ada prioritas. Misalnya pada kasus yang menimpa PLN, Chevron, IM2 dan Merpati.
Menurut Surat Edaran MA No.1/2011 tentang Perubahan Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan, administrasi hukum seharusnya disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan disampaikan pada sidang. Jika terlambat, hal ini menyebabkan hak terdakwa untuk mengajukan upaya hukum selanjutnya menjadi sulit.
Diketahui, penyampaian salinan dan petikan putusan untuk beberapa kasus seperti Chevron dan IM2 tidak seperti yang disebutkan dalam Surat Edaran MA dimaksud.
"Saya sangat setuju dengan Surat Edaran MA No.1/2011 tersebut, sebab seharusnya cukup dua-tiga hari salinan putusan itu memang harus sudah siap, jadi kalau ada percepatan saya sangat setuju," katanya.
Dia memperkirakan tertundanya penyampaian putusan oleh MA menjadi lama mungkin karena volume kasus yang harus ditangani oleh MA terlalu besar. Dia juga mengakui, jika untuk percepatan kasus dari daerah atau berbagai wilayah sudah disiapkan dalam bentuk CD (compact disc), namun itu belum cukup.
"CD itu belum cukup, karena banyak sekali materi yang harus dipelajari oleh seorang hakim sebelum mengambil keputusan," katanya.