MA Kurangi Hukuman Edhy Prabowo, KPK: Tidak Mencerminkan Keagungan Sebuah Mahkamah
Permen tersebut mensyaratkan pengekspor untuk mendapat benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL.
"Ini, kan, sebetulnya sebuah kebijakan, ya, kebijakan menteri yang lalu seperti itu, kebijakan menteri yang sekarang seperti itu. MA ini seolah-olah hakimnya men-judge menghukum kebijakan yang lalu itu tidak benar, kan, seperti itu. Makanya, dikoreksi dan dianggap itu sebagai suatu hal yang baik," ujar Alexander.
Meskipun demikian, Alexander tetap menghormati putusan kasasi MA terhadap Edhy Prabowo tersebut.
"Seburuk apa pun putusan hakim itu tetap harus kami akui dan harus melaksanakan, aturannya seperti itu. Tidak ada upaya hukum yang lain, tetapi dengan Undang-Undang Kejaksaan yang baru, saya kira apakah nanti KPK akan melakukan peninjauan kembali (PK) kami lihat, karena di Undang-Undang Kejaksaan yang baru, kan, dimungkinkan," kata Alexander.
Lebih lanjut Alexander Marwata menyatakan KPK akan mempelajari terlebih dahulu, setelah menerima putusan lengkap dari MA.
"Tentu kami akan melihat setelah menerima putusan lengkapnya seperti apa karena di dalam berita kami tidak melihat apakah ganti rugi tersebut juga dikoreksi. Kalau di putusan pertama, kan, ada kewajiban untuk membayar uang pengganti. Apakah itu juga dihapus, kami belum tahu," tuturnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Edhy Prabowo divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan, kewajiban untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.457.219,00 dan USD 77.000, serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak selesai menjalani hukuman.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 15 Juli 2021 menjatuhkan vonis yang sama dengan tuntutan, yaitu lima tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak dipilih selama dua tahun.