Mabes Polri Segera Sampaikan Hasil Gelar Perkara Dugaan Korupsi di Bengkulu
jpnn.com - JAKARTA - Mabes Polri masih terus mendalami kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah. Bahkan, Direktorat Tipikor (Dittipikor) Bareskrim Polri memastikan segera menyampaikan hasil gelar perkara kasus dugaan korupsi itu.
"Tapi sebelumnya akan kami cek dulu ke Direktorat Tipikor. Yang jelas kami akan menyampaikan hasil gelar perkara setiap kasus-kasus yang sedang ditangani," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie di Mabes Polri, Rabu (18/12).
Namun sesuai informasi di Mabes Polri, Direktorat Tipikor melakukan gelar perkara kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 5,1 miliar itu pada hari ini Rabu (18/12). "Nantilah informasinya pasti kami sampaikan," tandas Ronny.
Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bengkulu (AMPB) bersama Komite Independen Transparansi Anggaran (KITA) dan Komunitas Mahasiswa Anti Korupsi (KMAK) mendatangi Bareskrim Mabes Polri di Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan, Kamis (5/12).
Kedatangan mereka untuk mendesak agar Mabes Polri mengambil alih penyidikan kasus tersebut dari Polda Bengkulu. "Yang benar saja, masak penanganan Polda Bengkulu sejak awal Desember 2012 tapi sampai sekarang sudah setahun lebih tak ada perkembangan signifikan," kata juru bicara KITA Zefriansyah di Mabes Polri, Selasa (18/12).
Menurut mereka, kasus terbut bermula dari keluarnya SK Gubernur Junaidi Hamsyah pada 21 Februari 2011 mengenai Tim Pembina Manajemen RSUD dr M Yunus Bengkulu. Dalam SK tersebut diatur mengenai besaran uang jasa Tim Pembina Manajemen. Dimana tim itu mendapat 0,75 persen dari pendapatan pelayanan dan perawatan kesehatan RSUD dr M Yunus Bengkulu.
Dari jumlah tersebut, Zefriansyah menduga Gubernur mendapatkan jatah 16 persen, sementara Wakil Gubernur mendapatkan bagian 13 persen. Sisanya, dibagi kepada sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Propinsi bengkulu yang berjumlah 18 orang.
Beberapa pihak mengungkapkan, SK Gubernur Bengkulu tersebut jelas-jelas melanggar peraturan diatasnya. Dimana dalam PP Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah.
Kata Zefriansyah, dugaan korupsi ini tercium setelah keluarnya hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) pada 28 Maret 2013, dimana dalam laporan hasil audit BPKP perwakilan Provinsi Bengkulu disebutkan ada kerugian keuangan negara sebesar Rp 5,1 milyar.
"Kerugian itu terjadi karena adanya pembayaran dana jasa tim pembina manajemen RSUD M Yunus kepada sejumlah orang termasuk yang diduga Gubernur Bengkulu," ungkap Zefriansyah lagi.