Mafia Favela Jelang World Cup 2014 dan Olympic Games 2016
Kamis, 13 Desember 2012 – 14:33 WIB
Saya betul-betul tersiksa dengan warning itu. Akhirnya saya putuskan untuk melihat dan merasakan sesasi seram itu? Maka saya cuek, hingga tengah malam mengamati suasana sepanjang pantai Copacabana. Bahkan saya sempat pergi ke tempat dugem dan lokasi mabuk-mabukan paling seru di Rio, nama populernya Lapa, -Arcos da Lapa, bangunan yang pintu-pintunya mirip Colosseoum di Italia--- naik taksi sekitar 30 menit dari depan Copacabana Palace Hotel. Kehidupan malamnya ada di situ.
Saya baru ngeh, Bali is better! Bali jauh lebih oke, lebih aman, lebih ramah, lebih bernuansa kultural, dan tak perlu mencadangkan adrenaline untuk sekadar melawan rasa was-was. Siapa sih yang tidak ingin berbasah-basah kaki di pantai Copacabana, Ipanema dan Leblon? Itu ciptaan Tuhan yang tiada tara, dan sulit dicarikan bandingannya. Pasirnya yang putih berkedip, seperti ada pecahan berlian yang lembut dan berkilau kena cahaya. Air lautnya jernih, tak menyisakan warna coklat sedikitpun di ujung percikannya. Suhu tidak terlalu panas sekalipun berada di derajad 35 Celcius.
Bukit-bukit batu terjal yang dibungkus hutan tropis yang tebal dan membiru mirip lukisan alam. Semua keindahan panorama sepertinya dipersembahkan secara gratis oleh Tuhan di sana. Tekstur pegunungan dan lautan yang kontras, membuat mata tak pernah merasa bosan berlama-lama di Rio de Janeiro.