Mahasiswa Demen Khilafah, Begini Respons Kemenristekdikti
jpnn.com, JAKARTA - Tren di kalangan mahasiswa tentang kegandrungan pada khilafah menjadi perhatian serius Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Menurut Direktur Kemahasiswaan Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Didin Wahidin, kurikulum Pancasila dan keagamaan di kalangan pelajar dan mahasiswa perlu dibenahi demi mengintensifkan upaya menangkal radikalisme.
Didin menyatakan itu ketika menanggapi hasil survei Alvara Research Center yang menunjukkan lebih dari 23 persen mahasiswa dan pelajar terjangkiti faham radikal. Menurutnya, survei Alvara itu menjadi masukan input penting bagi Kemenristekdikti dalam menata kegiatan kemahasiswaan.
"Hasil survei Alvara membuat Kemenristekdikti terkaget-kaget. Sebab masuknya gerakan kemahasiswaan yang membuahkan deklarasi-deklarasi masih terus berkembang," ujarnya, Selasa (31/10).
Sebelumnya survei hasil kerja sama Mata Air Foundation dan Alvara Research Center tentang persepsi jihad di kalangan mahasiswa dan pelajar menunjukkan hal mengagetkan. Sebab, persentase mahasiswa dan pelajar yang setuju jihad demi tegaknya negara Islam ataupun khilafah sudah melebihi 20 persen.
Dari 1.800 mahasiswa yang menjadi responden survei, ternyata 23,4 persen setuju dengan jihad demi menegakkan khilafah. Sedangkan dari 2.400 pelajar SMAN yang disurve, ada 23,3 persen yang gandrung dengan khilafah.
Didin menambahkan, radikalisme di kalangan mahasiswa dan pelajar sudah sangat mengkhawatirkan. “Sekaligus menjadi PR (pekerjaan rumah, red) bagi Kemenristekdikti," ujar Didin.
Didin menjelaskan, saat ini ada 4.600 perguruan tinggi yang terdaftar di Kemenristekdikti. Namun, katanya, lemahnya pendalaman pemahaman keagamaan di kalangan pelajar dan mahasiswa bisa menunjukkan sesuatu yang kurang pas dalam kurikulum.
Selama ini, paham radikal tumbuh pesat. Padahal, Pancasila, kewarganegaraan dan keagamaan juga diadakan menjadi mata kuliah wajib.