Mahasiswa Jangan Ragu Bermimpi Setinggi Langit, Tirulah Bung Karno, Hatta, hingga Agus Salim
“Dari imajinasi dan geest muncul kepentingan nasional dan tindakan strategis. M Hatta dan KH Agus Salim juga sama merumuskannya. Tetapi cara merespons yang berbeda dengan Bung Karno, namun saling melengkapi,” urai Hasto.
Hasto kembali menekankan dari para pendiri bangsa, bisa dipelajari bahwa segala sesuatunya dimulai dari tradisi intelektual.
“Maka rajinlah membaca dan diskusi. Karena tanpa olah pikir dan olah rasa, takkan bisa kemudian membangun semangat juang, tidak akan ada imajinasi masa depan,” ujarnya.
Hasto banyak berdiskusi dan mendapat pertanyaan dari para mahasiswa, soal bagaimana mengaktualisasikan prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan aktual anak muda saat ini.
Salah satu, lanjut Hasto, ialah bagaimana Indonesia memiliki sumber daya alam luar biasa, tetapi sangat sedikit riset yang dilakukan mahasiswa dan perguruan tinggi. Contoh, Megawati Soekarnoputri mengkritik bagaimana di tengah ancaman stunting, tak terdengar riset perguruan tinggi soal makanan bergizi di sekitar masyarakat.
“Tidak ada negara sekaya kita dalam wisata kuliner. Sampai ada Buku Mustika Rasa. Australia dan Singapura iri kalau datang ke tempat kita. Tetapi kenapa tidak pernah riset akan hal ini? Ibu Mega pernah memberikan kritik pada perguruan tinggi. Kita memiliki makanan yang bergizi kenapa kita menghadapi stunting. Ini ancaman 30-40 tahun bagi kita. Pentingnya kaum perempuan dan kampus melakukan riset yang membumi,” beber Hasto.
Dia menilai aktualisasi pemikiran Bung Karno ialah membaktikan pada negara ini melalui riset dan inovasi sehingga Indonesia menjadi bangsa berdaulat, berdikari, dan bangga akan kebudayaan.
Hasto juga banyak menceritakan kisah pengalaman dirinya sendiri, sejak bersekolah, mahasiswa, bekerja sebagai pegawai, hingga terjun ke dunia politik. Hasto menceritakan juga di hadapan peserta, bagaimana pengalaman dirinya dalam mengambil keputusan atas karirnya di politik.