Makelar Perdamaian ala Prabowo
Oleh Dhimam Abror DjuraidDalam diplomasi internasional, istilah makelar perdamaian bukanlah hal yang pejorative atau merendahkan. Makelar perdamaian atau peacebroker malah mempunyai posisi terhormat dalam proses perdamaian yang melibatkan sengketa besar di dunia internasional.
Tokoh sekelas Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat, pernah menjadi makelar perdamaian untuk mendamaikan Mesir dengan Israel setelah Perang Enam Hari pada 1967.
Ketika itu konflik perebutan wilayah antara Israel -yang menduduki Palestina- dengan negara-negara Arab di sekitarnya berujung pada perang besar selama enam hari. Dalam perang singkat itu, Israel berhasil mengalahkan aliansi negara-negara Arab yang terdiri dari Mesir, Suriah, dan Yordania.
Jimmy Carter menjadi penengah dan muncul sebagai makelar perdamaian yang sukses membawa Mesir dan Israel menandatangani kesepakatan damai. Maka lahirlah persetujuan Camp David yang ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin pada 1978.
Tidak semua orang menyukai perdamaian. Keputusan damai Anwar Sadat dengan Israel disambut sebagai langkah positif untuk mengakhiri konflik regional yang berkepanjangan.
Namun, banyak pihak menganggap Anwar Sadat yang berdamai dengan Yahudi sebagai pengkhianat. Sadat akhirnya dibunuh oleh tentara Mesir dalam sebuah defile militer pada 1981.
Oleh karena itu, misi makelar perdamaian yang dibawa Prabowo adalah misi yang mulia. Hal yang sama juga dilakukan oleh Presiden Jokowi ketika mengunjungi Ukraina dan Rusia pada 2022 ketika perang baru saja berkecamuk.
Sayangnya, dua misi makelar perdamaian itu sama-sama gagal. Bukan hanya gagal, Jokowi saat itu dianggap memutarbalikkan fakta.