MAKI Desak KPKNL Denpasar Segera Batalkan Lelang Hotel Kuta Paradiso
jpnn.com, JAKARTA - Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar harus membatalkan lelang tiga SHGB lahan yang di atasnya berdiri bangunan Hotel Kuta Paradiso. Pasalnya, ada perlawanan hukum dari Fireworks Ventures Limited, pihak ketiga yang kepentingannya wajib dilindungi negara.
Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mengatakan pejabat KPKNL Denpasar sebagai bagian dari penyelenggara negara harus tunduk pada Peraturan Menteri Keuangan RI No. 27/PMK.06/2016 bahwa dalam hal lelang eksekusi terdapat perlawanan pihak ketiga, maka pelaksanaan lelang eksekusi dapat dibatalkan.
“Itu jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 27/2016 bahwa lelang harus dibatalkan kalua ada perlawanan dari pihak ketiga, apalagi yang melakukan perlawanan adalah pihak yang membeli dari lelang negara,” kata Boyamin kepada pers, Minggu (4/10).
Boyamin Saiman dimintai tanggapan sehubungan langkah Fireworks Ventures Limited mendaftarkan perlawanan hukum di PN Denpasar pada Senin (28/9/2020) dan teregistrasi dalam perkara perlawanan Nomor : 877/Pdt.Bth/2020/PN Dps. terkait dengan pengumuman lelang tiga Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT GWP (Hotel Kuta Paradiso) dari KPKNL Denpasar.
Melalui https://lelang.go.id, KPKNL Denpasar menjadwalkan lelang eksekusi (penjualan di muka umum) dengan cara penawaran (closed bidding) terhadap tiga bidang tanah dan bangunan dalam satu hamparan dan dijual dalam satu paket, dikenal dengan nama Hotel Kuta Paradiso, yang akan digelar pada Selasa, 6 Oktober 2020, di Kantor PN Denpasar.
Boyamin menyebutkan bahwa pembatalan lelang diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan RI No. 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Bunyinya: Dalam hal terdapat gugatan sebelum pelaksanaan lelang terhadap obyek Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitor/tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan, Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT tidak dapat dilaksanakan.
“Pejabat lelang, dalam hal ini KPKNL, harus mematuhi dan melaksanakan PMK tersebut,” katanya.
Boyamin mengingatkan bahwa Pasal 421 KUHP mengatur bahwa: “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
“Pasal itu juga sudah diadopsi dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.