MAKII: Kasus Timah Orderan Siapa?
jpnn.com, JAKARTA - Mahasiswa Anti Korupsi (MAKII) mengadakan diskusi serta buka puasa bersama untuk membahas kasus korupsi timah yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial di Winky Coffe, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (5/4).
Diskusi ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi para pemangku kepentingan untuk berbagi informasi dan pendapat mengenai perkembangan terkini kasus tersebut, serta untuk mengupas lebih dalam aspek-aspek yang terkait.
Diskusi ini dihadiri oleh Sanusi (Akademisi), Firmansyah (Pemuda Bangka Belitung) dan Masyhur Borut (Kabid Hukum dan HAM PP ISMAHI) sebagai pembicara, dan Christian Hernanda (Pengurus Pusat BEMNUS), Febriansyah (BEM STIMIK Indonesia) sebagai panelis serta dihadiri oleh peserta dari berbagai kampus.
Diskusi ini merujuk pada dugaan korupsi timah sebesar 271 triliun yang sedang diselidiki oleh Kejaksaan Agung berdasarkan laporan dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI).
Lalu Mahasiswa Anti Korupsi (MAKII) menyoroti viralnya kasus ini dan mengevaluasi kejanggalan-kejanggalan dalam informasi yang beredar di media.
Pemuda Bangka Belitung, melalui Firmansyah, mengungkapkan kesulitan yang dihadapi oleh penambang rakyat dalam memperoleh izin penambangan. "Penambang rakyat di Bangka Belitung menghadapi kesulitan dalam memperoleh izin penambangan, padahal Presiden Jokowi telah menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam hilirisasi penambangan."Tutur Firmansyah.
Dalam diskusi tersebut, disampaikan bahwa pentingnya peran pemerintah dalam memberikan solusi atas masalah regulasi yang mempengaruhi pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat setempat. Ditegaskan bahwa jika masalah ini tidak segera diatasi, potensi pengangguran akan meningkat dan Indonesia berisiko tertinggal dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki.
Sanusi menyoroti kasus korupsi timah menimbulkan banyak pertanyaan karena muncul disaat sedang panasnya kontestasi pemilu 2024 yang sedang berjalan di mahkamah konstitusi.
"Saya melihat kasus korupsi timah penuh dengan pertanyaan, karena muncul pada saat kontestasi pemilu 2024 dan munculnya nilai korupsi 271 t itu berdasarkan hitungan kerusakan lingkungan bukan nilai tambang dan mengapa perlu menunggu kerugian 271 t baru diungkap," pungkas akademisi tersebut.