Makna Huruf Arab Pegon Tetap Jokowi di Konser Putih
jpnn.com, JAKARTA - Penggunaan huruf Arab pegon bertuliskan ”Tetap Jokowi” pada ikat kepala maupun kaus selama masa kampanye, bukan merupakan simbol dari politik aliran.
"Huruf pegon justru dipakai sebagai perlawanan terhadap penggunaan aksara Arab yang selama ini dianggap simbol politik aliran atau politik identitas,” kata Koordinator Rumah Pergerakan Gus Dur (RPGD) Yenny Wahid di Stadion GBK, Jakarta Pusat, Sabtu (13/4).
Yenny menyatakan hal itu untuk merespons pertanyaan seputar penggunaan huruf Arab pegon pada ikat kepala dan kaos yang, selama masa kampanye Pilpres 2019, sering dipakai oleh relawan RPGD.
Termasuk Yenny Wahid sendiri, yang kerap tampil berkaus atau berjaket dengan ciri desain bertuliskan Arab pegon.
”Ada kesengajaan dari pihak-pihak tertentu yang menggunakan aksara Arab untuk memecah belah bangsa, bukan mempersatukan seperti asalnya. Atribut bertuliskan huruf Arab yang dibawa massa dipakai sebagai penunjuk politik aliran. Bahkan, persaingan kedua calon presiden pun dinilai dari identitas keislamannya,” urai Yenny.
Padahal, dalam sejarahnya, huruf atau aksara Arab adalah salah satu dari ribuan aksara dari berbagai bangsa di dunia yang digunakan tidak hanya untuk kepentingan agama. Tetapi juga keperluan ekonomi, politik, dan urusan kehidupan lainnya.
Istilah Arab pegon itu sendiri, kata Yenny, berawal dari modifikasi huruf Arab untuk menuliskan bahasa Melayu, bahasa Jawa, bahasa Sunda, serta bahasa daerah lainnya. Tulisan ini berkembang setelah Islam menjadi agama mayoritas rakyat Nusantara.
"Sebelumnya, suku-suku bangsa di kepulauan Nusantara menggunakan aksara Pallawa dari bahasa Sansekerta yang berasal dari India Selatan," ujar putri Presiden Ketiga RI KH Abdurrahman Wahid ini.