Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Masalah Perberasan, Indef dan Bustanul Arifin Dinilai Keliru

Jumat, 20 Oktober 2017 – 09:42 WIB
Masalah Perberasan, Indef dan Bustanul Arifin Dinilai Keliru - JPNN.COM
Pengamat Suropati Syndicate, Alhe Laitte. Foto: Humas Kementan for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Suropati Syndicate, Alhe Laitte, menanggapi pemberitaan pada JPNN (11/7/2017) dengan judul “Impor Beras Era Jokowi Tembus Rp 15,7 Triliun”.

Alhe Laitte menegaskan, pernyataan Direktur Utama Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati bahwa ketergantungan impor di era pemerintahan Jokowi masih sangat tinggi padahal anggaran program kedaulatan pangan besar, adalah keliru.

Demikian juga pernyataan ekonom senior Indef Bustanul Arifin yang mengatakan, impor beras era pemerintahan Jokowi tahun 2016 mencapai 1,2 juta ton dan Januari-Mei 2017 sebesar 94 ribu ton, juga keliru karena kurang cermat membaca data pangan.

Alhe menjelaskan, anggaran 2016 Kementerian Pertanian (Kementan) Rp 27,6 triliun itu turun 16 persen dibandingkan 2015, dan 2017 sebesar Rp 24,1 triliun itu turun 13 persen dibandingkan 2016.

Sedangkan untuk subsidi pupuk setiap tahun itu 9,55 juta ton setara Rp 32 triliun itu kan flat setiap tahun dan dampaknya keseluruhan sudah terlihata dari peningkatan produksi.

“Faktanya, dilihat dari anggaran sejak 2015-2017 terus menurun, itu pun telah dimanfaatkan fokus, optimal dan disiplin. Bukti fokus adalah pada 2017 anggaran porsi 70 persen untuk petani dan 2018 porsi 85 persen untuk petani dan sisanya untuk gaji dan operasioanal yang minim. Bukti anggaran digunakan disiplin adalah memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK-RI, yang sebelumnya tidak pernah WTP sama sekali,” demikian tegas Alhe di Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Berbagai kebijakan dan program Upaya Khusus (Upsus) sejak 2015 hingga sekarang digunakan fokus memperkuat infrastruktur irigasi besar-besaran irigasti tersier 3,2 juta hektar, mekanisasi 280 ribu unit naik 2000 persen, bantuan dan subsidi benih, pupuk, asuransi, dan lainnya berhasil meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. Buktinya produksi padi 2016 sebesar 79,2 juta ton atau naik 11,7 persen dibandingkan tahun 2014.

"Produksi padi dua tahun terakhir naik 8,4 juta ton setara Rp 38,5 triliun. Demikian juga produksi jagung meningkat. Kenaikan produksi 43 komoditas 2014-2016 telah memberikan nilai tambah ekonomi Rp 318 triliun, data terkonfirmasi juga dilihat dari PDB pertanian terus tumbuh" sebut Alhe

Anggaran 2016 Kementan Rp 27,6 triliun itu turun 16 persen dibandingkan 2015, dan 2017 sebesar Rp 24,1 triliun itu turun 13 persen dibandingkan 2016.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News