Masjid Agung Bente, Wisata Sejarah dan Reliji Wakatobi
Di depan pintu masuk masjid terdapat beberapa batu yang diletakkan sebagai lantai, yang menggambarkan organ dalam manusia seperti hati, paru-paru, limpa dan lain-lain. Di bagian depan teras masjid terdapat dua "goje-goje" (serambi) tempat bermusyawarah. Di kedua pinggir tangga masjid terdapat dua guci tua tempat mengambil air wudhu.
Pintu dan jendela masjid bersejarah berukuran kecil ini berjumlah tujuh belas, yang melambangkan jumlah kewajiban rakaat shalat yang harus dipenuhi setiap Muslim. Sedangkan anak tangga menuju halaman masjid berjumlah tujuh, yang menurut informasi berhubungan dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat, yaitu empat melambangkan tingkatan manusia dan tiga lainnya melambangkan unsur pengawal raja.
Yang juga terkait dengan sejarah adalah letak masjid di sebuah bukit tidak luas tapi memiliki panorama memikat. Sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam dapat kita menyaksikan keindahan alam sekitar masjid.
Lembah di sekitar bukit berselimut beragam pepohonan rimbun yang berjejer hingga ke pantai pun dapat kita nikmati dari atas bukit ini. Keindahan perairan Kaledupa yang biru dan desiran ombaknya bisa kita nikmati dari teras masjid.
Pulau Kaledupa memiliki segalanya. Dasar laut yang indah, dan menjadi destinasi selam internasional, sekujur pulau yang kaya peninggalan sejarah, serta budaya masyarakatnya yang beragam.
Masjid Agung Bente telah mengalami renovasi. Semula, masjid beratap alang-alang dengan satu tiang penyangga. Setelah terjadi kebakaran, atap masjid diganti seng dan tiang penyangga ditambah menjadi empat. Dinding masjid terbuat dari batu dan kapur.
Pemugaran pertama tahun 1990. Namun pengubahan pondasi dilakukan sejak 1980-an. Lima tahun setelah pemugaran pertama, dilakukan lagi renovasi kedua.
Kini, kondisi fisik Masjid Agung Bante memprihatinkan. Keinginan untuk mempertahankan bentuk asli masjid, menyebabkan struktur dan kayu yang menopang masjid terus dimakan usia.