Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Masuknya Papua ke NKRI Digugat ke MK Meski Jokowi Sudah Berkali-kali ke Sana

Senin, 13 Mei 2019 – 12:00 WIB
Masuknya Papua ke NKRI Digugat ke MK Meski Jokowi Sudah Berkali-kali ke Sana - JPNN.COM
Papua masuk ke dalam bagian NKRI setelah digelarnya Pepera di tahun 1969. (ABC News: Jarrod Fankhauser)

Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya (kini Propinsi Papua dan Papua Barat) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kekerasan berkepanjangan dan pelanggaran HAM di sana mendorong gugatan ini.

Integrasi Papua Disoal di MK:

  • Uji materi UU No.12/1969 dilakukan karena masyarakat Papua Barat menilai plebisit puluhan tahun lalu diduga mengandung pelanggaran hak asasi manusia
  • Uji materi ini diharapkan bisa meninjau fakta mengenai pelaksanaan Pepera yang disebut masyarakat setempat penuh dengan rekayasa
  • Pemerintah tunggu perkembangan persidangan sebelum memberi tanggapan

 

Koalisi Advokat untuk Kebenaran dan Keadilan Rakyat Papua mengatakan pengajuan peninjauan kembali (PK) UU itu dimaksudkan untuk meluruskan sejarah integrasi yang tercetus dalam Kongres Papua Kedua tahun 2000.

Koalasi yang terdiri atas 15 pengacara ini mewakili Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (KINGMI) dan Solidaritas Perempuan Papua, yang merupakan pemohon uji materi UU No.12/1969.

MK telah menggelar sidang pendahuluan pada 30 April 2019, dan meminta para pemohon untuk memperbaiki berkas permohonan uji materi yang mereka ajukan.

Masuknya Papua ke NKRI Digugat ke MK Meski Jokowi Sudah Berkali-kali ke Sana Photo: Yan Christian Warinussy, koordinator Koalisi Advokat untuk Kebenaran dan Keadilan Rakyat Papua, menyatakan pihaknya ingin meluruskan sejarah integrasi Papua ke NKRI. (Istimewa)

 

Koordinator Koalisi Yan Warinussy yang dihubungi ABC menjelaskan upaya pelurusan sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 muncul karena masyarakat setempat menilai plebisit saat itu tidak dilakukan sesuai hukum internasional dan diduga terjadi pelanggaran HAM.

"Presidium Dewan Papua yang waktu itu melaksanakan kongres bersama-sama dengan Dewan Adat Papua. Mereka mulai berunding bahwa kelihatannya masalah ini perlu diselesaikan secara hukum," katanya kepada jurnalis ABC Nurina Savitri.

Koordinator Koalisi Yan Warinussy yang dihubungi ABC menjelaskan upaya pelurusan sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 muncul karena masyarakat setempat menilai plebisit saat itu tidak dilakukan sesuai hukum internasional dan diduga terjadi pela

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News