Masyarakat Jangan Terprovokasi Ajakan Tokoh untuk People Power
Gerakan Satu Bangsa dalam pernyataannya menyebutkan pihak kepolisian sudah merilis informasi resmi, bahwa aksi massa tanggal 22 Mei 2019 di KPU akan dijadikan sasaran oleh kelompok dan jaringan teroris untuk melakukan aksi teror bom. Hal tersebut dibuktikan dengan penangkapan terhadap 29 orang terduga teroris yang disinyalir akan merencanakan aksinya, lengkap disertai dengan barang-barang bukti berupa senjata dan bahan-bahan untuk merakit bom.
Larangan untuk melakukan perjalanan ke Indonesia dari negara-negara lain seperti Amerika juga sudah dikeluarkan. Kelompok teroris ini adalah kelompok berpaham radikal terutama HTI yang menyimpan dendam terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang telah memberangus organisasinya beberapa waktu lalu, telah menunggangi pemilu berusaha mengooptasi proses demokrasi kita, dengan mendorong pihak yang tidak bisa menerima kekalahan dari hasil pilpres nanti untuk melakukan people power dan memanfaatkannya untuk melakukan aksi teror peledakan bom. Tujuannya untuk menciptakan kekacauan sebagai pintu masuk bagi mereka untuk mewujudkan cita-cita perjuangan mengganti NKRI dan Pancasila dan mendirikan negara Khilafah.
Pada bagian lain, Gerakan Satu Bangsa juga mendesak TNI dan Polri untuk mengamankan proses pengumuman dan penetapan hasil Pemilu oleh KPU secara profesional demi menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Kami juga mendesak TNI dan Polri untuk menindak tegas setiap aksi yang merongrong kewibawaan negara serta mengancam eksistensi NKRI sebagai negara hukum,” tegas Gusma.
Gusma menegaskan hal itu terkait situasi politik nasional yang memanas menjelang pengumuman hasil rekapiltulasi penghitungan suara manual berjenjang dan penetapan paslon presiden dan caleg terpilih pada tanggal 22 Mei oleh KPU.
Gusma menyebut situasi mencekam ini karena teror yang dilakukan oleh paslon 02 (Prabowo – Sandi) yang dengan gencar mengklaim kemenangannya secara sepihak berdasarkan hasil perhitungannya sendiri. Tidak hanya gencar melakukan klaim kemenangan, kubu paslon 02 juga dengan gencar melontarkan tuduhan kecurangan yang dilakukan oleh paslon 01, meski tanpa bukti, serta membangun narasi untuk mendelegitimasi KPU, Bawaslu, dan MK, dan menolak hasil pemilu jika ternyata paslon 02 kalah.
Menurut Gusma, KPU adalah lembaga yang dibentuk atas perintah UU yang komisionernya dipilih oleh DPR untuk menyelenggarakan Pemilu. Oleh karena itu, apa pun yang nantinya diputuskan oleh KPU seharusnya dihormati dan diterima oleh kita bersama.
“Apabila kemudian ada temuan bahwa telah terjadi kecurangan, maka sudah ada pula aturan hukum yang menunjuk Bawaslu dan MK untuk menindak atau menyelesaikan sengketa hasil pemilu,” kata Gusma.