Masyarakat Menolak Kepala Daerah Dipilih Dewan
jpnn.com - JAKARTA - Meski dianggap banyak menimbulkan masalah, pemilihan kepala daerah secara langsung ternyata masih disukai masyarakat. Kesimpulan ini diperoleh Charta Politika Indonesia berdasarkan hasil telepolling.
Dari 600 responden, 74 persen menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat. Hanya 18 persen responden setuju pemilihan dikembalikan ke DPRD. Sementara, sebanyak 4,5 persen tidak mempermasalahkan apakah dipilih secara langsung atau melalui DPRD dan 3,5 persen tidak menjawab.
"Hasil ini jelas memperlihatkan bagaimana respon masyarakat. Mayoritas responden masih ingin pemilukada dipilih secara langsung oleh masyarakat," kata Direktur Charta Politika Indonesia Yunarto Widjaya saat memaparkan hasil telepoling di Jakarta, Kamis (5/12).
Telepolling dilakukan terhadap warga di sembilan kota besar, yakni Medan, Palembang, Jakarta Timur, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar. Telepolling dilakukan pada 18-24 November 2013 dengan mengambil 600 responden yang tersebar proporsional.
Riset telepoling ini, menurut Yunarto, dibuat untuk melihat respon masyarakat terhadap rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah yang kini tengah digodok DPR. Dalam rancangan yang diajukan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri itu terdapat pasal yang menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD.
Alasan yang dipakai pemerintah untuk mendukung usulan ini adalah banyaknya konflik horizontal yang terjadi akibat pilkada langsung. Selain itu, tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan para calon kepala daerah juga menjadi alasan.
Namun penelitian Charta Politika menunjukan bahwa jumlah konflik horizontal akibat pilkada tidak banyak. Berdasarkan data yang dihimpun Charta Politika, dari 331 pilkada yang digelar pada periode 2011-2013 hanya terjadi 52 kali konflik.
Sementara untuk biaya politik yang tinggi Yunarto menilai pemilihan oleh DPRD bukanlah solusi.