Masyarakat Sipil Anggap UU TNI Bermasalah dan Akan Kembalikan Dwifungsi Militer

Saat merumuskan revisi Undang-undang TNI, panitia kerja DPR hanya tercatat dua kali mengundang unsur masyarakat sipil, salah satunya pada 18 Maret 2025, beberapa jam sebelum finalisasi revisi UU TNI itu.
Padahal, menurut Feri Amsar, pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, harusnya ada partisipasi publik yang bermakna dalam proses pembentukan undang-undang.
"Di sana ada proses yang menampung hak publik untuk didengarkan, untuk menyampaikan, dan mendapatkan penjelasan kalau kemudian pendapatnya ditolak," kata Feri kepada ABC Indonesia.
Masalah yang lain, menurut Feri adalah naskah akademik dan draft revisi Undang-undang TNI ini yang tidak bisa diakses publik.
"Untuk bisa berpartisipasi, publik harus tahu alasan perubahan, termasuk apa saja pasal yang diubah dan mengapa, melalui naskah akademik dan draft undang-undang," kata Feri.
"Tetapi bagaimana publik bisa melakukannya kalau dokumen yang dibahas itu tidak pernah disebar kepada publik dengan proper? Kami baru dapat naskah akademik-nya kemarin [hari Selasa]," kata Feri.
Ia mengatakan kombinasi dari semua faktor ini bisa dilihat sebagai "upaya parlemen menghindari partisipasi publik bisa bisa mengkritik, memberikan masukan bahkan menolak rancangan undang-undang itu."
Dwifungsi TNI dulu dan sekarang
Berdasarkan draf RUU yang diperoleh ABC, ada tujuh poin revisi yang kini sudah disahkan di rapat paripurna DPR.