Mata Air
Oleh: Dahlan IskanTahun ini saya diminta bicara di depan mahasiswa baru UM (Universitas Negeri Malang). Forum yang sangat besar: 6.000 mahasiswa baru.
Gedung besar di kampus UM penuh sesak. Histeris. Terutama ketika semua mahasiswa baru menyalakan layar HP. Lalu mengayunkannya ke kanan-kiri. Mengikuti lagu ulang tahun yang riuh: ada yang ulang tahun hari itu. Si penceramah.
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) juga raksasa. Tahun ini mahasiswa barunya 8.000 orang. UMM penerima mahasiswa baru terbanyak di antara universitas milik Muhammadiyah.
Status Malang sebagai kota mahasiswa itulah yang membuat lembaga pendidikan seperti Universitas Binus ikut membuka kampus di Malang, padahal sudah ada 57 perguruan tinggi swasta di Malang.
Kemarin malam saya hadir di salah satu yang swasta itu. Relatif baru: Universitas Ma Chung. Ada acara bedah buku saya yang diterbitkan Yayasan Obor: Teladan dari Tiongkok.
Pembicara satunya lagi Anda sudah tahu: Dr Novi Basuki. Santri Nurul Jadid Probolinggo yang S-1, S-2, dan S-3 nya di Tiongkok. Inilah bedah buku yang dihadiri lebih 500 orang.
Ma Chung adalah singkatan. Ma-nya adalah Malang. Chung-nya adalah Kaochung (SMA). SMA Malang. Chung juga bisa berarti Tionghoa. Atau bisa juga berarti Tiongkok.
Zaman dulu memang banyak sekolah Tionghoa terkenal. Di Jakarta ada Pachung. Di Surabaya ada Xinchung. Di Malang ada Ma Chung. Sekolah-sekolah seperti itu dilarang di tahun 1965.