Mau Digantung, Gantung Saja
Ini telah terjadi sewaktu saya masih memimpin BNN, anggota polisi terlibat jaringan mereka. Petugas reserse narkoba itu, agar bisa masuk ke lingkaran pengedar, terkadang mereka harus menyamar sebagai pemakai narkoba. Lama-lama ada yang ketagihan, terjerembab menjadi pemakai.
Yang terlibat menjadi bagian pengedar bagaimana bisa terjadi?
Peredaran uang narkoba itu kan tidak ada serinya, menggiurkan. Barangkali ditambah pengaruh life style, gaya hidup, lantas mereka tak tahan godaan. Di Medan pernah terjadi, Kasatserse di Jambi juga pernah terjadi. Dari menyamar, ketagihan, lantas ingin cepat kaya dengan cara mudah. Begitu masuk pengadilan, ada jaksa juga yang tak tahan godaan uang sogokan. Begitu mau divonis, ada juga hakim yang juga tak tahan godaan. Kalau pun ditahan, di lapas juga sama saja. Anda tahu, ada yang sudah divonis mati pun masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari penjara. Rangkaiannya begitu rumit.
Upaya yang bisa efektif untuk mengatasinya seperti apa?
Seperti saya katakan tadi, harus ada upaya extra ordinary. Boleh lah sosialisasi, penyuluhan-penyuluhan, tapi yang sudah divonis mati itu ya harus cepat dieksekusi. Yang sudah divonis mati, tinggal dorrrr....kok masih bisa mengendalikan peredaran? Ini gimana? Jadi ini kelemahan kita juga. Harusnya langsung dor! Harus ada contoh sanksi yang keras.
Pemerintahan baru bisa diharapkan lebih keras memberantas narkoba?
Ya itu harapan kita semua. Tapi yang perlu diingat, tak bisa masalah serius ini hanya mengandalkan BNN. Harus ada gerakan nasional. Omong kosong program Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, tapi mental dan moralnya tidak sehat. Saya katakan, narkoba adalah ancaman terbesar Indonesia saat ini. Yang dark number, belum terungkap, masih cukup banyak. Kalau tak ada upaya extra ordinary, omong kosong.
Langkah pemeriksaan urine secara berkala di jajaran kepolisian, apa efektif?