Mau Jatuh Cepat-Cepat atau Pelan-Pelan? (1)
Fondasi Memang Rapuh, Bukan Konfiden yang JatuhJumat, 14 November 2008 – 12:38 WIB
Memang banyak negara sudah menginjeksikan uang rakyat ke berbagai lembaga keuangan. AS menggunakan dana USD 700 miliar yang berasal dari pembayar pajak alias rakyat. Dan, karena negara itu sedang mengalami defisit terbesar dalam sejarahnya, pada dasarnya dana itu juga berasal dari pinjaman. Negara sudah meminjam uang begitu besar untuk menyelamatkan lembaga keuangan. Hasilnya belum kelihatan jelas. Bahkan, kini menjalar ke sektor riil. Pabrik mobil di sana sudah pula minta disuntik dana negara. Kalau permintaan ini dipenuhi, bagaimana industri baja yang juga tinggal menunggu giliran saja untuk mengalami hal yang sama? Lalu bagaimana dengan industri kaca? Industri cat? Dan seterusnya.
Dulu, pikiran untuk menginjeksikan uang negara ke lembaga keuangan tersebut didasari pemikiran agar kepanikan masyarakat bisa segera reda. Kepanikan itu dipicu oleh pernyataan bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan keuangan terbesar di dunia. Masyarakat panik karena "Lehman yang begitu raksasa saja bangkrut, bagaimana dengan yang lain?" Ini, kecil-kecilan, mirip dengan yang dialami Indonesia ketika krisis 1997 lalu. Saat itu, secara teori ekonomi (IMF) 16 bank swasta nasional harus ditutup. Jangan diinjeksi. Maka ditutuplah bank-bank itu. Ternyata, "teori" tersebut meleset. Akibat penutupan itu, kepanikan memuncak. Pertanyaan semua orang waktu itu: besok bank yang mana lagi yang ditutup? Lusa yang mana lagi?