Melanggar Aturan Cinta Lingkungan, Surat-Surat Dipersulit
Kekompakan tersebut tidak lahir begitu saja. Menurut Suyanto, ada tindakan tegas terhadap warga kampungnya yang melanggar kesepakatan untuk melestarikan dan mencintai lingkungan. Awalnya adalah teguran awal. Itu berlaku, misalnya, bagi warga yang tidak menyirami tanaman serta membuang sampah sembarangan.
Tapi, kalau tetap membandel, ketua RT pun tegas. ’’Pasti nggak kami kasih surat pengantar. Istilahnya, dipersulit,’’ ujarnya.
Ketegasan itu memang dipandang perlu. Sebab, mereka tidak mau terus-menerus disebut kampung kumuh. Mereka ingin membuktikan bahwa tidak selamanya kampung di setren kali jorok. ’’Makanya kami buktikan secara nyata,’’ jelasnya.
Secara nyata, warga memang bahu-membahu menjaga kampung mereka. Soal iuran, misalnya. Dengan hanya Rp 2 ribu, warga sudah bisa menghasilkan banyak hal. ’’Kami nggak ingin membebani warga. Yang terpenting, tumbuhan bisa terawat dengan baik dan membuat kampung indah. Pasti warga akan tergerak dengan sendirinya,’’ jelasnya.
Selain itu, warga saling mengingatkan kalau ada koleganya yang lupa. Setiap pagi mereka menyiram tanaman di depan rumah masing-masing. Setelah itu, mereka bergotong-royong membersihkan kampung. Dengan begitu, di kampung tersebut tak ada secuil pun sampah yang tercecer. Tumbuhan pun terawat.
Suyanto menuturkan, semua ketegasan dan aturan itu akan bermanfaat bagi warga ke depannya. ’’Saya hanya ingin membuat pembaruan yang baik untuk warga. Kan ini menjadi sumbangsih saya juga sebagai ketua RT untuk warga,’’ ujarnya. (*/c7/dos)