Melayat Drive-Through
Oleh Dahlan IskanAnak mereka pun belum bisa enak. Pasti sering dimarahi. Agar jangan boros.
Yang enak itu adalah cucu-cucu mereka: tidak ada ceritanya kakek memarahi cucu. Mereka memang berangkat dari miskin. Pabrik sepatu –salah satu terbesar di Indonesia– itu dimulai dengan susah payah.
Awalnya hanya bikin sandal. Di atas kompor dapur. Dengan bahan baku hanya satu lembar karet.
Karet itu dipotong-potong. Dibakar di kompor. Di dalam rumahnya di Jalan Jagalan No 27 Surabaya.
Sang ibu yang mengerjakan pembuatan sandal dengan cara sangat tradisional itu. Bukan ayah.
"Ayah itu hobinya main musik," ujar Suhadi, adik Suwiro yang lain. "Beliau pandai memainkan alat-alat musik tradisional Tiongkok," tambahnya.
Sandal sederhana 'made in Mama' itu dijual di toko Palen di rumah itu juga. Laku. Dan kian laku.
Hasil jualan sandal itu dibelikan karet lagi. Kali ini dua lembar. Sang Mama yang menjadikannya sandal. Laku terus. Bisa untuk membeli empat lembar bahan baku.