Memaknai Keberhasilan Ikhtiar Indonesia Masuk DK PBB
Oleh Tantowi Yahya*jpnn.com - Dewan Keamanan (DK) sebagaimana kita ketahui adalah badan yang paling bergengsi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Salah satu badan utama di PBB ini memiliki beberapa keistimewaan, antara lain pemberian sanksi militer ke negara anggota, otorisasi operasi militer dan ikut menentukan penerimaan negara baru sebagai anggota.
Berbeda dari badan lainnya, resolusi DK PBB bersifat mengikat. Karena berbagai keistimewaan ini, wajar jika negara-negara anggota PBB berambisi untuk duduk di dalamnya.
Patut diakui, memang beberapa tahun terakhir kampanye untuk menjadi anggota tidak tetap di DK PBB sedikit berlebihan. Banyak negara mengeluarkan bejibun uang untuk kampanye.
Beberapa pendekatan yang dilakukan sejumlah negara kandidat anggota tidak tetap DK PBB antara lain mengundang para menteri ataupun duta besar di New York untuk berkunjung ke negeri mereka guna pertemuan atau liburan. Kerena hal-hal seperti itu pula maka PBB untuk putaran pemilihan DK kali ini mengeluarkan aturan guna membatasi penggunaan uang.
Terkait dengan pencalonan Republik Indonesia (RI) yang ditengarai telah mengeluarkan banyak uang -bahkan ada pula yang menyebut kita menyogok- perlu saya jelaskan bahwa kita melakukannya dengan sangat profesional dan hati-hati. Uang yang digunakan sangat minimal.
Ini bisa dilihat dari anggaran Kemlu dan khususnya anggaran Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di New York yang tidak memperoleh kenaikan khusus. Sebagai mantan pimpinan ataupun anggota Komisi I DPR dan sekarang duta besar, saya tahu persis tidak ada dana yang dianggarkan khusus untuk pencalonan RI di DK PBB baik dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemlu maupun di perwakilan.
Yang kita lakukan melalui beberapa utusan khusus, PTRI New York dan semua perwakilan di luar negeri adalah kampanye door to door, kerja keras mendekati dan menjelaskan ke berbagai negara mengapa kita harus duduk sebagai anggota. Kita melakukannya dengan kerja-kerja profesional.
Memang, kita melihat upaya Maldives yang melakukan kampanye dengan uang, justru menjadi backfire ke mereka. Mereka mendapat sponsor dari salah satu negara yang berkepentingan untuk mereka jadi anggota.