Membaca Keakraban Jokowi-Xi Jinping dan Geo Politik-Ekonomi Indonesia
Oleh; Dradjad H Wibowo PhD*Energi nuklir tentu tidak termasuk, karena Indonesia berada pada jalur ring of fire. Namun, ada catatan soal Crimea dan Ukraina, karena Indonesia berpegang teguh pada prinsip integritas teritorial untuk menjaga kesatuan teritorial kita sendiri.
Keempat, jangan sampai manfaat hubungan dengan China hanya dinikmati oleh kelompok usaha tertentu. Ada beberapa konglomerat yang memiliki lobi sangat kuat di China. Siapa berhubungan dengan siapa sudah menjadi rahasia umum di kalangan konglomerat tersebut. Mereka memang mendorong agar Indonesia lebih merapat ke China.
Dengan kekuatan lobinya di kedua negara, proyek-proyek kerja sama dengan China bisa didesain untuk keuntungan mereka. Misalnya, memberikan capital gain terhadap tanah yang mereka kuasai, memperluas akses pembiayaan dan pasar mereka dan seterusnya. Jangan sampai negara hanya diperalat mereka untuk memperbesar konglomerasi saja, sementara masyarakat umum hanya mendapat sedikit manfaat.
Kelima, perlu memastikan realisasi program, bukan hanya sebatas memorandum of understanding (MoU). China baru saja meneken kerja sama dengan Pakistan untuk membangun Koridor Ekonomi China-Pakistan. Nilai investasi yang akan ditanam China adalah USD 46 miliar. Jika dihitung, komitmen pembiayaan regional dari China sdh mencapai USD 200 miliar lebih, baik untik AIIB, BRICS Development Bank, gas Siberia, Pakistan, Indonesia. Belum lagi untuk negara-negara Afrika, Australia dan lain-lainnya.
Tentu pertanyaannya, bagaimana realisasinya? Sebagai contoh, sebagian proyek di Pakistan sebenarnya sudah disiapkan beberapa tahun lalu. Namun, realisasinya masih tersendat hingga sekarang, baik karena faktor China maupun Pakistan.
Hal yang sama bisa terjadi denga Indonesia. Jadi pemerintahan Presiden Jokowi harus aktif agar komitmen-komitmen China-Indonesia benar-benar direalisasikan.(***)
*Penulis adalah ekonom, Chairman DW & Partners