Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Mempelajari Bahasa Arab, Mengajarkan Cinta pada Bahasa Indonesia

Oleh: Dr. Hidayat Nur Wahid, MA (Wakil Ketua MPR RI)

Kamis, 19 Desember 2019 – 19:28 WIB
Mempelajari Bahasa Arab, Mengajarkan Cinta pada Bahasa Indonesia - JPNN.COM
Wakil Ketua MPR RI Dr. Hidayat Nur Wahid, MA (kanan). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat di seluruh dunia memperingati tanggal 18 Desember sebagai Hari Bahasa Arab Internasional sesuai dengan ketetapan UNESCO badan dunia yang mengurus masalah pendidikan, sains dan kebudayaan. Inisiatif awal datang dari Maroko dan Arab Saudi agar bahasa Arab diakui sebagai bahasa antarbangsa, karena dipakai setidaknya oleh 422 juta penduduk dunia. Pada tahun 1973, bahasa Arab resmi terdaftar dalam kesepakatan UNESCO dan berada pada ranking ke-6 dari 22 bahasa di seluruh dunia.

Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa internasional yang memiliki sejarah panjang dalam tradisi ilmiah karena kontribusinya dalam ilmu pengetahuan seperti kimia, aljabar, kedokteran, filsafat dan ilmu-ilmu modern lainnya. A.J. Ayers, salah seorang pakar bahasa Inggris, mengakui kontribusi bahasa Arab terhadap istilah bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Antara lain ia mencontohkan seperti terma: cotton, admiral, syrup, assassin, algebra, alcohol, dan lainnya yang diserap dan diadaptasi dari bahasa Arab. 

Pada tahun 1978, Russel Jones mempublikasikan hasil penelitiannya tentang  pengaruh bahasa Arab bagi bahasa Indonesia, dalam sebuah buku berjudul “Loan: Words in Indonesian and Malay”. Ia  menyebutkan ada 2750 lema bahasa Indonesia yang diserap dari kosakata bahasa Arab.

Faktanya memang sulit memisahkan antara bahasa Arab, Islam dan Indonesia. Kehadiran para saudagar Arab pada abad ke-7 sampai 8 Masehi dengan tujuan berdagang, dan menyebarkan Islam di masyarakat Indonesia, memiliki pengaruh sejarah kuat dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, agama dan bahkan politik di Indonesia. Pengaruh itu menjalar ke aspek bahasa sebagai alat komunikasi.

Awalnya, masyarakat Indonesia berinteraksi dengan bahasa Arab dalam konteks tujuan keagamaan, mulai dari membaca Alquran, mengkaji ilmu-ilmu Islam, mempraktikkan ajaran Islam seperti shalat, serta doa yang seluruhnya sangat erat dengan bahasa Arab. Ketika itu, pengajaran bahasa Arab berlangsung di berbagai lembaga informal seperti masjid, mushalla dan juga rumah-rumah warga Muslim, lalu meluas ke lembaga pendidikan formal tradisional melalui pesantren dan madrasah. Interaksi ini kemudian membawa pengaruh asimilasi budaya Arab ke dalam budaya Indonesia, yang tentu berpengaruh juga pada aspek bahasa.

Bahasa Arab di Indonesia pernah mengalami masa kemunduran. Penjajah Belanda berusaha menghapus alfabet Arab dari tradisi ilmiah sekolah Indonesia dan menggantinya dengan huruf Latin. Mereka berusaha memperpendek peran Bahasa Arab dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara sistematis. Di era kolonial, bahasa Arab hanya diajarkan di lembaga-lembaga tradisional yang terbatas pada memahami literatur agama saja - dan sebagiannya melalui metode penerjemahan– sehingga  tidak mencakup keterampilan siswa untuk mendengarkan, keterampilan menulis, dan keterampilan berbicara bahasa Arab. Bahasa Arab dikesankan hanya milik “kaum sarungan” di pesantren dan tidak layak dipelajari “kaum priyayi” atau kaum berpendidikan.

Di era tahun 1930-an terjadi gerakan pembaruan di lembaga tradisional yang mulai mengajarkan ilmu umum, seperti matematika, ilmu alam, geografi dan bahasa Inggris yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Ketika itu, bahasa Arab juga mulai diajarkan secara lebih baik di lembaga-lembaga pendidikan formal. Akan tetapi, sayangnya lembaga tradisional pada umumnya tetap berpegang pada tradisi lama  yang mengutamakan lingkup pengajaran bahasa Arab hanya pada aspek keagamaan, fokus pada kajian kitab, yang metodologinya lebih kepada penerjemahan.

Di tahun 1926, berdiri Pondok Pesantren Daarussalam Gontor Ponorogo yang melakukan terobosan baru dalam pengajaran bahasa Arab, dimana semua penghuni pondok baik guru dan murid merupakan santri yang wajib menguasai dan berbicara bahasa Arab. Pondok Gontor sejak awal berdiri mempertahankan budaya dan tradisi berbahasa Arab yang terus digulirkan melalui berbagai program regular pekanan, dimana setiap santri diwajibkan berbicara dengan bahasa Arab dalam rentang waktu tertentu. Tradisi baik ini kemudian diikuti oleh sejumlah pesantren di seluruh Nusantara.

Dalam pembukaan UUD NRI 1945 dan batang tubuhnya, banyak dijumpai kosakata bahasa Arab yang diserap menjadi kosakata bahasa Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close