Menaker Ida Serukan Pentingnya Penghapusan Pekerja Pada Anak
jpnn.com, JAKARTA - Peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak diharapkan menjadi momentum bagi dunia untuk memfokuskan perhatian pada pentingnya penghapusan pekerja anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Pasalnya, masalah pekerja anak merupakan kompleks, yang tidak hanya terkait dengan masalah ketenagakerjaan, tetapi juga terkait masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya, dan lain-lainnya.
Hal itu sesuai arahan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang dibacakan Direktur Bina Riksa Norma Ketenagakerjaan, Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Yuli Adiratna.
"Peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak ini harus dijadikan sebagai upaya kampanye penanggulangan pekerja anak," kata Yuli Adiratna saat memberikan arahan pada acara Peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak pada Rabu (22/6) secara virtual.
Dalam forum tersebut, Menaker menegaskan Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menghapus pekerja anak, terutama yang bekerja pada bentuk-bentuk pekerjaan.
Komitmen itu dibuktikan dengan diratifikasinya Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 dan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2000.
Pemerintah Indonesia menindaklanjuti langkah ratifikasi dengan membentuk Komite Aksi Nasional untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (KAN-PBPTA) ditetapkan dengan Keppres No. 12 Tahun 2001 dan memiliki tiga mandat dan tugas.
Tiga tugas tersebut, yaitu menyusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan BPTA (RAN-PBPTA); melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan RAN-PBPTA, serta menyampaikan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan RAN-PBPTA kepada instansi terkait.