Mencairkan Pasang Surut Diplomasi dengan Budaya
Kamis, 05 Agustus 2010 – 09:32 WIB
Kerjasama dengan Arts Center di berbagai kota tengah dijalin, agar seniman-seniman Indonesia diberi tempat untuk tampil. Melbourne telah berhasil membangun koneksitas itu. ’’Apresiasi publik Australia terhadap misi kesenian yang kami bawa sangat respek. Itu yang membuat kami semakin serius untuk membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga yang bisa dijadikan wahana untuk mempromosikan Indonesia,’’ kata pria berkacamata yang hobi berenang ini.
Jordi menyebut, tahun lalu Twilight Orchestra tampil di Opera House Sydney dan memperoleh respons yang membanggakan. Kali ini musik etnik Gangsadewa yang dikelilingkan ke Melbourne, Canberra, Sydney dan Perth. Rombongan juga membawa komposer Franki Raden PhD yang juga kritikus musik dan ethnomusicology. Pria berambut gondrong itu tengah menggarap orkestra dengan mengeksplorasi alat-alat musik tradisional dari ujung Aceh sampai Papua sana.
Namanya INO-Indonesian National Orchestra yang mencoba menyatukan suara-suara surga dari daerah-daerah di negeri ini ke dalam format orkestra. Sedikitnya 40 personel yang memainkan alat seperti sasando-Lombok, taganing-Tapanuli, rebab-Jawa, perkusi dari berbagai daerah, kulintang-Sulut, guzheng-Tiongkok, rebana, bedug, dan berbagai modifikasi alat musik etnik. Mantra-mantra Dayak pun dinyanyikan oleh kelompok kor. ’’Saya ingin memahami soul pecinta seni di Australia, agar komposisi yang kelak kami suguhkan ke mereka cocok dengan kesukaan mereka,’’ kata Franki yang 16 tahun tinggal di AS dan Kanada itu.