Mencari Amnesti, Baiq Nuril Maknun Mengetuk Pintu Istana
Namun aturan itu penting sebagai langkah awal agar kasus serupa yang dialami oleh Nurul bisa diselesaikan dengan aturan hukum yang jelas dan spesifik. Senada, peneliti MaPPI FH UI Bestha Inatsan menuturkan bahwa, RUU PKS harus cepat selesai. Pelecahan seksual yang dialami Nuril adalah pelecehan verbal. ”Yang mana itu belum ada dasar hukumnya,” terang dia. Karena itu, RUU PKS penting.
Apabila RUU PKS tuntas dibahas, korban pelecehan seksual seperti Nuril akan lebih terjamin dan terlindungi. Sebab, yang diatur dalam KUHP saat ini tidak mencakup semua jenis pelecehan. ”Sehingga kita butuh ada payung hukum yang lebih besar lagi,” ujarnya. Itu penting mengingat sejumlah statistik menunjukan bahwa kasus pelecehan seksual di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Apabila RUU PKS tidak kunjung tuntas dibahas, lanjut Bestha bukan tidak mungkin ada lagi yang bernasib serupa Nuril. Menjadi korban pelecahan tapi malah diadili sebagai pelaku. ”Akan semakin membuat perempuan Indonesia takut dan semakin sulit mendapat akses kepada keadilan,” ujarnya. Sebab, Nuril yang sudah berani bicara saja malah dipidana. Lalu bagaimana nasib korban pelecahan lain yang selama ini berdiam diri? (deb/far/syn/tau)
Baiq Nuril, Dari Bebas Sampai Vonis Bersalah
- Pada 2012, Kepala SMAN 7 Mataram Muslim kerap menelpon Nuril. Melalui telpon itu, dia menceritakan hubungan badan yang dilakukan bersama rekan kerja Nuril. Pada Agustus di tahun yang sama, Muslim kembali menelpon Nuril. Dia lagi-lagi bercerita soal hubungan badan dengan rekan kerja Nuril. Lantaran khawatir, Nuril lantas merekam percapakan tersebut.
- Agustus 2015, seorang rekan kerja Nuril meminta rekaman tersebut dengan alasan dijadikan barang bukti untuk melaporkan Muslim ke DPRD di Mataram. Namun, rekaman itu justru disebar oleh rekan kerja Nuril sampai beredar luas.
- Dua tahun berselang, yakni pada 2017 Muslim melaporkan Nuril telah melangar pasal 27 ayat 1 UU ITE. Nuril lantas jadi tersangka sampai ditahan oleh aparat kepolisian dan disidangkan di PN Mataram.
- Juli 2017, Nuril bebas dari jerat hukum. PN Mataram menyatakan bahwa Nuril tidak bersalah dalam perkara tersebut.
- September 2018, kasasi yang diajukan oleh jaksa menyeret kembali Nuril. MA lewat majelis kasasi saat itu menyatakan bahwa Nuril bersalah. Putusan kasasi bertentangan dengan putusan PN Mataram.
- Sejak saat itu, dukungan untuk Nuril terus mengalir. Walau dinyatakan bersalah oleh MA, dia mendapat simpati dari banyak pihak. Termasuk Presiden Jokowi yang mendorong upaya pengajuan PK.
- Januari 2019, tim penasihat hukum Nuril mengajukan PK kepada MA. Mereka percaya Nuril bisa mendapat keadilan melalui upaya hukum terakhir itu.
- Juli 2019, MA menyatakan bahwa mereka menolak PK yang diajukan oleh Nuril. Mereka menilai alasan yang diajukan oleh Nuril dalam PK mengulang-ulang fakta yang sudah dipertimbangkan dalam putusan sebelumnya. Tim penasihat hukum memastikan akan mengajukan amnesti kepada presiden.
Sumber: Jawa Pos - Simak video paling banyak dicari hari ini: