Mencari Keringat di Pantai Copacabana
Sabtu, 22 November 2008 – 01:02 WIB
Di Brazil, Presiden SBY bertemu sekali lagi dengan Presiden Brazil Lula da Silva. Ini berarti pertemuan mereka yang kedua hanya dalam satu minggu. Atau yang kelima selama menjabat presiden. Keduanya merasa saling cocok. Baik dalam pemikiran maupun langkah. Apalagi Indonesia dan Brazil banyak kesamaan. Sama-sama negara tropis. Sama-sama berpenduduk besar, negara berkembang, mengutamakan pertanian, sama-sama menghadapi keruwetan demokrasi yang masih muda, dan sama-sama pernah diperintah ”Orde Baru” dalam kurun waktu yang lama. Brazil juga baru reformasi sekitar tujuh tahun sebelum Indonesia.
Presiden Lula da Silva, misalnya, juga harus menjalani pemilihan presiden yang mirip. Mula-mula ada lima calon. Karena suara yang dia dapat tidak sampai 50 persen, Lula harus mengikuti putaran kedua. Bahkan, ketika terpilih yang pertama dulu, dia juga harus menjalaninya dalam dua putaran. Di Brazil tidak ada pembatasan suara untuk pencalonan presiden. Jadi, partai kecil pun bisa mencalonkan. Karena itu, calon presidennya cenderung banyak. ”Yang membatasi hanyalah kenyataan bahwa biayanya mahal. Jadi, tidak banyak juga yang mampu jadi calon,” kata seorang politikus di sana.
Pertemuan pertama kedua negara itu seminggu lalu terjadi di Washington saat dilangsungkan pertemuan puncak 20 kepala negara di dunia yang menguasai 90 persen ekonomi jagat raya ini. Dalam dua kali pertemuan, dua kali pula keduanya membicarakan sepak bola. ”Presiden Lula memang pemain bola,” ujar Presiden SBY. ”Bahkan, beliau bercanda, kalau sudah berhenti jadi presiden, nanti akan melatih sepak bola di Indonesia,” tambah Presiden SBY.