Mendagri Berharap Para Elit di Aceh Bisa Mengerti
jpnn.com - JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi berharap kerelaan hati pemerintah Aceh dan DPR Aceh, untuk sedikit berbesar hati menerima usulan pemerintah pusat, agar tiga aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dapat segera disahkan.
Pasalnya, masa bakti pemerintahan periode Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah akan berakhir 20 Oktober mendatang. Sementara isu krusial yang hingga kini masih menjadi perdebatan, tak juga mencapai titik temu. Padahal hanya tinggal terkait dua hal saja.
“Saya masih berusaha selesai di kabinet ini. Kan masih ada 35 hari lagi. Kalau mau berunding, itu kan hanya tinggal dua poin, yaitu pembagian hasil terkait minyak lepas pantai dan soal pertanahan. Jadi kita berharap ada kerelaan agar bisa segera disahkan,” ujar Gamawan di Jakarta, Senin (15/9).
Menurut Gamawan, jika pemerintahan di Aceh membuka diri, maka Kemendagri siap kapan saja melakukan perundingan kembali. Karena intinya pemerintah pusat ingin segera mensyahkan tiga rancangan aturan yang ada.
Yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kewenangan Pemerintah, RPP Minyak dan Gas (Migas), serta Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Peralihan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Aceh.
“Kalau (dua isu krusial) sudah disepakati, tinggal saya kirim ke Presiden untuk ditandatangani. Jadi kita sangat-sangat berharap. Aceh sudah diistimewakan dari sejumlah daerah lain, jadi tolonglah pengertian teman-teman di Aceh,” katanya.
Menurut Gamawan, isu krusial terkait pertanahan pemerintah pusat telah berbesar hati memberi kewenangan bagi pemerintah Provinsi Aceh mengelola sebelas kewenangan. Sementara daerah-daerah lain di Indonesia hanya diberi sembilan kewenangan.
“Dalam 11 kewenangan yang diserahkan itu juga terkait Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Dua kewenangan ini kan gemuk. Tapi (Aceh hingga saat ini, red) tetap tidak mau,” katanya.