Menekuni Bisnis Sayuran
Jumat, 27 Agustus 2010 – 00:06 WIB
Mahendra mengaku bisnis sayuran organik bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, biaya produksinya bisa lima kali lipat dengan lahan pertanian nonorganik.Sebagai contoh, untuk lahan seluas satu hektar saja dibutuhkan sekitar satu ton pupuk kandang. Itu dalam kondisi normal, jika lahan itu lahan baru yang masih banyak gulmanya, maka harus dilakukan pembersihan dengan cara manual. ”Kita sama sekali tidak boleh disemprotkan obat pembasmi gulma,” tandas pria yang menjabat sebagai ketua Koperasi Linkers di Bogor ini.
Di bidang pendidikan, Mahendra tak sungkan menimba ilmu di sejumlah perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri. Setelah diwisuda dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, pada 1985, dia memutuskan untuk melanjutkan studi pascasarjana atau S2 di Economic Development Departement, San Jose, California, Amerika Serikat.
Kemudian dia kembali ke Indonesia pada 1992. Ketika itu, dia sempat bekerja di sebuah lembaga pemerintah sekitar setahun. Ketertarikannya di bidang pertanian semakin tinggi. Sembari bekerja di lembaga itu, Mahendra kembali mengambil kuliah di program Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB).