Mengagetkan, Perwakilan Polres Manggarai Barat Membawa Simbol Adat ke Keluarga Korban
Dua-dua pendekatan memiliki landasan konstitusional, dan pada pendekatan budaya ini kita mengapresiasi AKBP Handoyo Santoso, terlepas dari pendekatan ini diterima atau tidak, namun satu hal yang pasti adalah AKBP Handoyo Santoso, sudah mulai membangun sebuah budaya hukum dan mencoba mengangkat Lambaga Adat terlibat dalam penyelesaian masalah.
“Publik tidak boleh menaruh curiga terhadap model pendekatan Polres Mabar yang mendatangi Kekuarga Korban Penganiayaan, menyusul langkah pihak korban yang sebelumnya telah membawa kasus ini ke jalur hukum, karena sikap membangun budaya hokum pun menjadi tugas Polisi, dalam rangka menjunjung tinggi tradisi hukum adat,” ujar Petrus.
Membangyun Budaya Saling Mendengarkan
Petrus mengatakan budaya untuk saling mendengarkan di Rumah Gendang itulah forum yang terhormat, apalagi inisiatif penyelesaian adat ini datang dari institusi hukum negara, Polres Mabar. Ini sebuah aksi langka dan diterobos oleh AKBP Handoyo Santoso, yang tidak kita diduga dan mengharukan karena sebenarnya di Rumah Gendang itulah ada kesetaraan karena dimediasi oleh Para Tua Golo.
“Di Rumah Gendang inilah kedua belah pihak duduk dalam kesetaraan, saling mendengarkan, terbuka, tidak ada BAP, tidak ada transaksi di lorong gelap, tidak ada suap apalagi pemerasan. Ini adalah bentuk pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat besarta hak-hak tradidionalnya yang dimulai dari kasus ini,” ujar mantan Komisioner KPKPN ini.
Menurut Petrus, meski proses mediasi berakhir tanpa ada kesepakatan, pihak Polres Mabar jangan berkecil hati atau putus asa. Karena adat itu rumit, adat itu butuh kesabaran dan jiwa besar, apalagi dimensi kasus Edo Mense dkk menyangkut kepentingan komunitas besar masyarakat Mabar.
“Oleh karena itu, proses pidana atas Laporan Polisi pihak korban harus jalan terus dan mari kita kawal,” kata Petrus.(fri/jpnn)